Bulan Desember selalu punya makna spesial. Selain jadi momen refleksi atas apa yang sudah terjadi selama setahun, Desember juga jadi waktu untuk menatap masa depan dengan penuh harapan. Banyak dari kita mulai menyusun resolusi—termasuk untuk belajar—untuk mengembangkan diri di tahun yang baru.
Di era digital ini, belajar nggak lagi sekadar soal buku atau kelas konvensional. Dengan kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI), proses belajar jadi lebih cepat, efisien, dan menyenangkan. Bahkan, banyak AI yang menawarkan akses gratis, membuatnya semakin mudah dijangkau oleh semua orang.
AI: Teman Belajar untuk Resolusi 2025
source: pexels.com
Menetapkan resolusi itu mudah, tapi memulai dan menjalankannya sering kali terasa sulit, apalagi jika resolusi tersebut berhubungan dengan belajar. Untuk mewujudkan resolusi belajar, kamu butuh konsistensi, struktur, dan strategi yang matang. Di sinilah AI hadir sebagai asisten yang bisa mendukung kamu mencapai tujuan dengan lebih efektif.
Berikut adalah 3 manfaat utama AI yang bisa membantu kamu merancang dan merealisasikan resolusi belajar di tahun 2025.
1. Membantu Merancang Resolusi yang Realistis
Sering kali, resolusi gagal karena terlalu ambisius atau tidak memiliki rencana yang jelas. AI bisa membantu kamu menyusun resolusi belajar yang lebih terarah dan sesuai kemampuan. Dengan AI, kamu bisa:
Menentukan tujuan belajar yang realistis berdasarkan waktu dan kapasitasmu.
Membuat jadwal belajar yang fleksibel tapi tetap terstruktur.
Melacak progres secara otomatis, sehingga kamu tahu seberapa jauh kamu sudah melangkah.
Dengan rencana yang lebih jelas, resolusi belajarmu nggak akan hanya jadi sekadar wacana.
2. Mengatasi Tantangan Belajar dengan Lebih Cerdas
Kehilangan fokus dan motivasi adalah tantangan terbesar dalam belajar. AI bisa membantu kamu tetap konsisten dan terarah dengan:
Pengingat otomatis yang bikin kamu nggak lupa jadwal belajar.
Analisis pola produktivitas untuk merekomendasikan waktu belajar terbaik.
Sumber belajar yang relevan sesuai dengan kebutuhanmu.
Dengan dukungan ini, kamu bisa tetap berada di jalur yang benar dan belajar jadi lebih efektif.
3. Membuat Proses Belajar Jadi Lebih Menarik
Belajar itu nggak harus membosankan! Dengan AI, kamu bisa menikmati proses belajar yang lebih seru dan interaktif, seperti:
Chatbot AI yang bisa menjelaskan konsep sulit dengan cara sederhana.
Ringkasan otomatis dari artikel atau buku panjang, sehingga kamu lebih hemat waktu.
Kuis interaktif untuk menguji pemahaman dengan cara yang menyenangkan.
Belajar jadi terasa lebih ringan dan kamu lebih termotivasi untuk terus melangkah.
Desember adalah waktu yang tepat untuk merefleksikan perjalanan selama setahun sekaligus merancang masa depan yang lebih baik. Dengan bantuan AI, kamu bisa mewujudkan resolusi belajar dengan cara yang lebih cerdas dan efisien.
Jadi, kalau kamu punya resolusi belajar untuk tahun 2025, jangan biarkan rencana itu terhenti di angan-angan. Manfaatkan teknologi AI sebagai partner belajar yang akan membantumu terus maju.
Apa rencanamu untuk tahun depan? Sudah siap menjadikan AI sebagai sahabat belajar? Mulai sekarang, dan jadikan 2025 sebagai tahun pembelajaran terbaikmu! 🎯🚀
Bagi sebagian orang, repetisi sering dianggap membosankan. Menurut data dari Clockify.me, sekitar 60% waktu seseorang dihabiskan untuk melakukan aktivitas yang repetitif. Rata-rata, seseorang menghabiskan 4 jam 30 menit per minggu untuk melakukan pekerjaan yang sama berulang-ulang.
Contohnya sederhana, membereskan tempat tidur setelah bangun, menggosok gigi, atau membuat to-do list setiap pagi. Bahkan, kegiatan lainnya yang dilakukan dengan cara dan kemampuan yang sama setiap hari pun masuk kategori repetisi.
Nggak heran kalau banyak yang merasa bosan. Tapi, repetisi itu nggak selalu buruk. Di situasi tertentu, justru hal ini punya manfaat besar, terutama kalau kamu lagi belajar sesuatu yang baru.
Skill baru, pengetahuan baru, bahkan kebiasaan baru nggak mungkin tercipta tanpa pengulangan. Yuk, intip 5 manfaat repetisi yang bisa bantu kamu makin jago belajar!
Manfaat Repetisi dalam Belajar Hal Baru
source: pexels.com
1. Bikin Otak Lebih Mudah Mengingat
Repetisi itu ibarat shortcut untuk daya ingat. Dengan terus mengulang informasi, otak kita membangun koneksi saraf yang makin kuat. Makanya, semakin sering kamu mengulang sesuatu, semakin mudah hal itu melekat di ingatan.
Pernah dengar ungkapan “repetition is the mother of retention”? Ini berarti semakin sering bertemu informasi yang sama, otak kita makin mudah mengingatnya.
2. Tingkatkan Kemampuan Sampai Level Jago
Pengen mahir di suatu bidang? Repetisi adalah kuncinya. Latihan berulang-ulang nggak cuma bikin pemahaman makin kuat, tapi juga jadi pondasi buat belajar hal-hal baru. Dengan terus mencoba, makin dekat dengan level “pro”.
3. Bikin Proses Jadi Lancar, Tanpa Beban
Kalau kita lagi belajar bahasa, repetisi adalah cara terbaik untuk memperlancar belajar dan percaya diri. Contohnya, dengan terus latihan bicara atau menulis, kita jadi makin terbiasa, bahkan nggak perlu berpikir keras ketika mempraktikkannya.
Lama-lama, kesalahan yang dilakukan bakal berkurang, dan proses belajar terasa lebih natural. Nggak ribet, kan?
4. Bangun Kebiasaan Belajar yang Konsisten
Repetisi juga bantu menciptakan rutinitas belajar yang teratur. Misalnya, kita selalu belajar di waktu yang sama setiap hari. Kebiasaan ini bikin kamu lebih disiplin dan fokus.
Seiring waktu, pola belajar yang konsisten ini jadi fondasi buat menciptakan motivasi dan keterlibatan yang lebih besar dalam proses belajarmu.
5. Bikin Lebih Percaya Diri
Melihat progres dari hasil repetisi itu rasanya memuaskan banget. Tiap langkah kecil yang kamu capai adalah bukti nyata dari usahamu.
Rasa puas ini jadi motivasi ekstra buat terus belajar. Bonusnya? Kamu melatih pola pikir yang lebih fokus ke pencapaian jangka panjang, yang bikin kepercayaan dirimu makin meningkat.
Repetisi memang kadang bikin bosan, tapi hasilnya luar biasa. Dengan pengulangan yang konsisten, kamu bisa lebih mudah mengingat, menguasai keterampilan, dan menciptakan kebiasaan positif. Plus, progres yang kamu lihat bakal bikin kamu lebih percaya diri dan semangat buat terus berkembang.
Jadi, jangan ragu buat terus mengulang! Karena di setiap repetisi, ada peluang buat jadi versi terbaik dari dirimu.
Repetisi dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan secara berulang dengan cara yang sama. Tanpa disadari, banyak dari kita telah melakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya adalah rutinitas seperti bangun pagi, menggosok gigi, sarapan, lalu melanjutkan aktivitas harian.
Kegiatan repetisi cenderung mendorong kita untuk melakukan berbagai hal dengan pola yang serupa. Misalnya, menggosok gigi dilakukan dengan gerakan dari atas ke bawah, berkendara melibatkan kendali setir dan pedal gas, serta aktivitas lain yang dilakukan dengan cara yang tetap.
Repetisi membantu menciptakan kebiasaan, tetapi sering kali tidak memunculkan inovasi atau perubahan signifikan.
Berbeda dengan repetisi, iterasi mengacu pada pengulangan proses yang berfokus pada perbaikan dan inovasi. Iterasi melibatkan evaluasi terhadap langkah sebelumnya untuk menemukan cara yang lebih baik, efisien, atau efektif.
Iterasi menuntut kita untuk mengembangkan pola pikir reflektif dan adaptif. Alih-alih hanya mengulangi pola yang sama, iterasi bertujuan memperbaiki proses pengulangan agar hasil yang diperoleh menjadi lebih optimal.
Repetisi berfokus pada konsistensi dalam melakukan tugas yang sama secara berulang. Cara ini sangat membantu dalam membangun keterampilan dasar pada suatu aktivitas. Sebagai contoh, saat seseorang belajar bermain drum untuk pertama kali, ia perlu mengulang gerakan memukul drum dengan stik secara terus-menerus.
Metode ini memiliki peran penting dalam melatih keterampilan hingga mencapai tingkat kemahiran. Selain itu, repetisi juga berkontribusi pada pembentukan neuron baru di otak. Ketika kita melakukan aktivitas baru dan mengulangi cara-cara yang sebelumnya belum pernah dicoba, otak merespons dengan menciptakan koneksi neuron baru yang memperkuat pembelajaran.
Dalam konteks belajar, repetisi sangat bermanfaat untuk membangun konsistensi. Contohnya, belajar setiap pukul 7 pagi dan mengulanginya lagi pada pukul 7 malam menciptakan rutinitas yang mendukung disiplin dan keberlanjutan. Konsistensi ini adalah hasil positif dari proses pengulangan yang dilakukan secara terus-menerus.
Namun, meskipun memiliki banyak manfaat, repetisi juga seperti pisau bermata dua. Terlalu banyak melakukan repetisi dengan cara yang sama dapat menyebabkan stagnasi dalam proses perkembangan.
Stagnasi ini terjadi karena pengulangan yang terus dilakukan tanpa perubahan metode atau hasil. Akibatnya, kemajuan menjadi terhambat karena kurangnya tantangan atau rangsangan baru. Hal ini pada akhirnya dapat memperlambat pembentukan dan pertumbuhan neuron di otak, yang berdampak negatif pada kemampuan untuk terus belajar dan berkembang.
created by bing image creator prompt: Animation of a woman studying in a very cozy coffee shop.
Berbeda dengan repetisi yang mengulang hal yang sama tanpa perubahan, iterasi adalah proses pengulangan yang bertujuan untuk membuat sesuatu lebih baik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), iterasi berarti perulangan. Namun, iterasi tidak hanya mengulang, tetapi juga memperbaiki proses di setiap siklusnya.
Contohnya, seorang siswa yang belajar setiap pukul 7 pagi dengan metode yang sama, yaitu guru menjelaskan materi setiap hari, lama-lama akan merasa bosan. Dengan iterasi, cara belajar ini bisa diubah. Siswa bisa memulai dengan mempresentasikan materi terlebih dahulu, kemudian berdiskusi dengan teman-temannya, dan di akhir sesi guru memberikan penjelasan tambahan. Metode ini membuat pembelajaran lebih menarik dan interaktif.
Iterasi juga digunakan di dunia bisnis, seperti yang dilakukan Elon Musk. Musk menerapkan first principle thinking untuk memperbaiki proses produksi baterai. Alih-alih mengikuti cara lama, ia memecah baterai menjadi komponen dasar dan menemukan cara lebih murah untuk memproduksinya tanpa mengurangi kualitas.
Iterasi membantu kita memperbaiki kesalahan, menyederhanakan proses, dan bekerja lebih efisien. Dengan cara ini, kita bisa menghasilkan solusi yang lebih baik dan inovatif, baik dalam belajar, bekerja, maupun kehidupan sehari-hari.
Iterasi Lebih Penting Dari Repetisi?
Repetisi dan iterasi keduanya sangat penting dalam setiap proses. Repetisi membantu membangun keterampilan dasar yang kuat, sementara iterasi diperlukan untuk mengembangkan keterampilan tersebut agar menjadi lebih baik.
Dalam proses pembelajaran, repetisi sangat diperlukan untuk menguasai hal-hal baru, mulai dari dasar hingga tingkat mahir. Dengan repetisi, kita memperkuat pemahaman dan keterampilan dasar. Setelah itu, iterasi memungkinkan kita untuk menciptakan solusi baru, mengasah keterampilan lebih lanjut, dan menyederhanakan proses agar lebih efektif.
Namun, dalam jangka panjang, iterasi menjadi lebih penting daripada repetisi. Meskipun repetisi tetap dibutuhkan untuk memperkuat dasar-dasar, iterasi diperlukan untuk mendorong kemajuan dan inovasi. Oleh karena itu, penting untuk menemukan keseimbangan antara repetisi dan iterasi.
Elon Musk dikenal sebagai seorang entrepreneur sukses melalui berbagai produk inovatif yang diciptakannya. Keberhasilan Musk tercermin dari kesuksesan perusahaan otomotif Tesla dan perusahaan antariksa SpaceX. Selain itu, Musk juga merupakan investor utama yang membeli platform Twitter pada Oktober 2022.
Kesuksesannya bukanlah hasil dari keberuntungan semata, melainkan hasil dari pendekatan berpikir yang dikenal sebagai The First Principle Thinking. Konsep berpikir ini terbukti mampu merevolusi industri otomotif dan antariksa.
The First Principle Thinking
source: pexels.com
The First Principle Thinking merupakan metode berpikir yang memecah masalah menjadi elemen-elemen paling dasar yang tidak dapat dikurangi lagi. Secara umum, konsep ini menuntut kita untuk berpikir dari dasar dan menganalisis segala sesuatu mulai dari nol.
Pendekatan ini membantu kita menemukan akar masalah dengan cara memecahnya hingga elemen terkecil. Lalu terus bertanya “mengapa” sampai kita menemukan inti permasalahan.
Contoh penerapan The First Principle Thinking oleh Elon Musk adalah dalam proses produksi baterai mobil listrik di Tesla. Musk menyadari bahwa biaya produksi baterai sangat mahal, yang berdampak pada tingginya harga jual mobil.
Dengan pendekatan First Principle Thinking, Musk memecah baterai menjadi komponen-komponen mentahnya dan menganalisis fungsi dasar baterai. Ia menemukan bahwa fungsi utama baterai adalah menyimpan daya listrik.
Setelah memahami elemen dasarnya, ia bertanya, “Bagaimana cara membuat produksi baterai lebih murah dan efisien?.” Dari pertanyaan tersebut, ia berhasil menemukan solusi untuk melakukan reengineering sehingga proses pembuatan baterai menjadi jauh lebih efisien.
Pendekatan serupa juga ia terapkan di SpaceX. Musk merancang roket dengan biaya yang jauh lebih rendah dibandingkan perusahaan antariksa lainnya.
Starlink
source: CNBC Indonesia
Selain baterai dan roket, produk inovatif lainnya yang populer adalah Starlink, yang dikembangkan oleh SpaceX untuk mengatasi masalah ketimpangan akses internet di berbagai negara.
Ketimpangan ini disebabkan oleh distribusi jaringan internet yang menggunakan kabel dan menara pemancar yang tidak merata, terutama di daerah terpencil. Starlink hadir dengan solusi yang lebih inovatif, yaitu menggunakan satelit yang mengorbit dekat dengan bumi, sehingga tidak membutuhkan kabel atau menara pemancar untuk mendistribusikan internet.
Dengan teknologi ini, Starlink mampu menyediakan internet cepat di mana saja dan kapan saja. Dengan menerapkan First Principle Thinking dalam menemukan cara baru untuk menghadirkan internet tanpa infrastruktur tradisional.
Benefits
Manfaat penerapan First Principle Thinking sangat signifikan. Dengan memulai dari dasar, kita dapat menciptakan solusi yang lebih inovatif dan original. Metode ini tidak hanya memunculkan ide-ide baru, tetapi juga mempercepat kemajuan teknologi.
Dalam dunia bisnis dan teknologi yang kompetitif, berpikir berdasarkan prinsip pertama memungkinkan kita keluar dari batasan yang ada dan membuka peluang baru yang sebelumnya dianggap mustahil.
Secara keseluruhan, First Principle Thinking memberikan dampak yang komprehensif dalam cara kita memandang dan memecahkan masalah.
Dengan menerapkan metode ini, kita bisa mencapai hasil yang lebih efisien, efektif, dan tentunya inovatif. Seperti yang telah dibuktikan oleh Elon Musk, kesuksesan besar bisa dimulai dari cara berpikir yang sangat mendasar.
Jadi, kalau kamu memiliki sebuah cita-cita untuk merevolusi suatu industri, apa The First Principle Thinking yang kamu pikirkan untuk menciptakan produk inovatif?
Enam bulan berlalu sejak aku meninggalkan tempat yang dulu aku berpijak. Kota ini, dengan segala hiruk-pikuknya, memaksaku untuk selalu bergerak. Setiap pagi, aku terbangun di tengah kebisingan yang tak pernah memberi ruang untuk bernafas. Setiap menit terasa seperti tali yang mengikat pundakku, menarikku tanpa henti dari satu kesibukan ke kesibukan lainnya.
Hari ini, tepat enam bulan sejak aku beranjak darimu. Enam bulan sejak aku meninggalkan semua kenangan yang pernah kita buat dengan secangkir kopi. Di tengah rutinitas yang melelahkan, ada sesuatu yang berbeda hari ini. Aku merasakan panggilan untuk kembali, untuk berdialog lagi denganmu, meski hanya sebentar.
Aku pun kembali. Bertemu denganmu lagi seakan membangkitkan semua perasaan yang sempat hilang. Dalam sepi sore yang ditemani nada biola dari kejauhan, aku menyampaikan semua isi kepalaku yang selama ini tersimpan rapat. Kau mendengarkan dengan tenang, dan seolah-olah bintang di matamu memberi isyarat bahwa kau juga menantikan hari ini.
Wajahmu tak banyak berubah. Senyummu masih sama, ramah dan menenangkan. Enam bulan tak membuat kita benar-benar berjarak, meski waktu tak lagi mengizinkan kita bersama seperti dulu. Hanya enam jam yang bisa kita habiskan bersama hari ini—dan itu pun terasa singkat. Waktu terus berlalu, dan aku tahu, aku harus segera kembali pergi.
Tepat pukul enam sore, aku berlalu. Dengan berat hati, aku meninggalkanmu di tempat yang penuh kenangan itu, bersama secangkir kopi favoritmu yang tak pernah luput dari kebiasaanmu. Aku pergi ke arah barat, sementara kau ke timur, ke jalan yang berbeda. Inilah bagian yang paling aku benci: perpisahan yang tak terhindarkan.
Meskipun pertemuan kita hanya berlangsung enam jam, dan sudah enam bulan sejak terakhir kali kita bersama, aku tetap merasa beruntung. Setidaknya kau menyediakan waktu untukku, waktu yang begitu berharga di tengah semua kesibukan.
Namun, ini bukan akhir. Aku tahu, suatu saat nanti aku akan kembali. Bukan hanya untuk enam jam, tapi untuk waktu yang lebih lama. Intuisiku mengatakan bahwa aku akan kembali ke tempat di mana kau berdiri, ke tempat di mana kau terus meniti karir dan menjalani hidupmu.
Untuk saat ini, aku harus bersabar, menanti saat itu tiba. Dan sampai waktu itu datang, kenangan ini akan terus hidup dalam ingatanku, seperti lukisan perjalanan yang terus menemani langkah-langkahku di depan.
This article will be written in Bahasaand talk about September
“Of all the things I still remember Summer’s never looked the same The years go by and time just seems to fly But the memories remain”
—Daughtry, September
Seiring hari berganti, tanpa kita sadari, bulan Agustus telah berlalu. Kini, September hadir dengan lembar kanvas putih yang baru, menunggu kita untuk mulai melukis lagi. Kanvas Agustus sudah kita lipat, dengan segala memori yang terekam, peristiwa yang tergambar, bercampur menjadi satu dalam warna-warna kehidupan.
September, satu bulan yang akan mewarnai kanvas baru tahun 2024. Kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi, apa yang akan tertulis, terlukis, dan terekam dalam memori. Hanya ada harapan, prediksi, dan rencana yang kita siapkan untuk melukis bebas di atas kanvas ini.
Tahun lalu, September 2023, sebagian dari kita melukis perjalanan hidup dengan beragam warna. Ada yang hitam, abu-abu, merah, jingga, biru, hijau, bahkan putih yang seolah sama dengan warna kanvas itu sendiri. Namun, pada akhirnya, hanya ada dua jenis memori yang sering kita tafsirkan: memori baik dan memori buruk.
September punya keunikan tersendiri bagi setiap orang. Kalau aku boleh bertanya, apa yang paling berkesan dari bulan September bagi kamu? Mungkin kamu pernah menerima surat cinta? Ditinggal kekasih? Atau kamu memenangkan sebuah kompetisi? Atau bahkan berhasil meraih sesuatu yang selama ini kau dambakan? Share your experiences in the comment below ya!
Let’s Go Back to September
Bagi sebagian orang, September adalah momen awal, ketika mereka memulai sesuatu yang baru. Mulai bersekolah, bekerja, membangun bisnis, atau bahkan merajut kisah cinta. Momen-momen ini diwarnai dengan semangat, kebahagiaan, kesedihan, atau mungkin perasaan yang sulit dideskripsikan dengan kata-kata.
Semua perasaan itu terhimpun menjadi satu dalam sebuah kanvas kecil di memori kita. Bukan hanya memori yang tertanam di otak, tetapi juga di hati, di nurani kita. Tempat-tempat yang kita kunjungi, orang-orang yang kita temui, bahkan melodi yang sudah terekam jelas, semuanya menjadi bagian yang tak terhapus dari kanvas nurani kita.
Apapun yang terekam, pasti memiliki makna bagi kenangan kita. Entah itu memori yang menyenangkan, menyedihkan, atau sekadar biasa saja. Tak ada satupun kenangan, baik atau buruk, yang tak bernilai; setiap memori itu punya tempat tersendiri dalam hati kita.
Ditinggal kekasih, putus cinta, gagal meraih cita-cita, patah hati, diingkari, dikhianati, ditinggal sendiri, diacuhkan, dibiarkan, disingkirkan, bahkan merasa tak diinginkan—hanya sebagian kecil dari rekaman buruk yang mungkin tercipta.
Memang, rasanya pahit. Tapi coba lihat dari sisi lain. Dukungan teman, tempat curhat, bunga yang diterima, foto-foto dengan sahabat, perjalanan bersama, canda tawa dengan hewan peliharaan—semua itu adalah bagian dari memori September yang tak tergantikan.
“In the middle of September we’d still play out in the rain Nothing to lose but everything to gain Reflecting now on how things could’ve been It was worth it in the end”
Terlepas dari memori apapun yang tercipta sejak September tahun lalu, kita perlu bersyukur. Jika tidak ada September tahun lalu, mungkin aku bukanlah orang yang sama seperti hari ini, atau mungkin tetap sama, tapi dengan pandangan yang berbeda.
Banyak hal yang seharusnya kita pelajari untuk menjadi diri yang lebih baik. Kita belajar dari tawa, dari air mata, dari hubungan dengan orang-orang yang kita cintai, yang semuanya memberikan warna dan rasa pada hidup kita.
Kalau kita mau sejenak merenungi perjalanan hidup sejak September tahun lalu, kenangan apa yang paling berkesan? Apakah itu tawa atau air mata? Apakah penerimaan atau penolakan yang kamu terima? Kalau kamu tanya aku, aku tak peduli.
Hari ini adalah 1 September 2024. Kanvas baru sudah mulai ku lukis dengan cerita hari ini. Hari ini aku menulis artikel untuk kalian, untuk diriku sendiri. Aku tidak tahu siapa kalian yang membaca tulisanku ini, tapi aku bersyukur jika apa yang kutulis bisa bermanfaat bagi kalian.
Aku tidak akan menunggu cerita hingga 30 September nanti. Akulah yang akan melukis ceritanya. Apapun yang terjadi sampai 30 September, itulah cerita yang kutulis.
Kanvas ini masih putih. Hari ini, kulukis dengan tinta putih. Aku menantikan warna-warna lain yang akan menari di kanvasku. Aku berharap tidak ada warna abu-abu, tapi jika itulah takdir Tuhan, yasudah.
Artikel ini terinspirasi dari sebuah lagu yang dipopulerkan oleh Daughtry dengan judul ‘September’.
Terimakasih bagi kalian yang sudah membaca sampai akhir. Kalau kalian ingin sharing pengalaman paling berkesan dari bulan September yang pernah kalian alami, silakan ceritakan pada kolom komentar di bawah.
Setiap hari, manusia merekam apa yang dilihat, didengar, dibaca, dan diucapkan. Otak kita secara tidak sadar mengubah semua itu menjadi memori atau data kehidupan, yang menjadi lukisan perjalanan hidup kita.
Banyak dari kita, termasuk saya, melukis setiap momen dengan baik tanpa disadari. Apa yang kita lihat, dengar, rasakan, dan cium menjadi rantai yang menghubungkan peristiwa dan memori.
Seringkali, kita ingin mengulang peristiwa berkesan, tetapi waktu tidak mengizinkan. Beruntung, Tuhan memberikan kita memori. Memori yang berharga, berkesan, dan tak tergantikan, kombinasi ingatan di otak dan rasa di hati nurani.
Memori berkesan masa sekolah
Masa-masa sekolah adalah salah satu momen yang ingin diulangi. Pernahkah kalian merasa masa sekolah adalah masa paling menyenangkan? Belajar, bergurau, bermain, dan bepergian bersama teman-teman, masa itu terlewatkan sekitar setahun lalu bagi saya.
Suatu ketika, saya ingin kembali ke beberapa tahun lalu. Memori saya memanggil, seolah meminta untuk mengulangi peristiwa 1-2 tahun lalu, tetapi saya tidak bisa. Yang bisa saya lakukan adalah membuka memori tersebut dan melihat kembali lukisan perjalanan dari setiap momen yang terjadi. Beruntung, lukisan itu bisa kembali terbuka dengan bantuan lagu yang menghangatkan hati.
Lagu “Reunion” oleh Bon Jovi bercerita tentang reuni masa kecil yang telah berlalu. Lagu ini menggambarkan perubahan sejak seseorang memulai kehidupan baru pasca sekolah. Dalam video klip “Reunion,” terlihat orang dewasa mengenang momen masa kecil dengan bercengkrama dengan anak-anak. Mereka sudah memiliki jalan hidup masing-masing.
Lirik lagu ini mendorong setiap orang untuk hidup dengan optimis, menyampaikan harapan bahwa hidup memiliki banyak pilihan. Seperti garpu yang memiliki beberapa cabang, ujungnya tetap menuju makanan. Begitu pula dengan pilihan hidup kita.
Oh, write your song, sing along, love your life Learn to laugh, dare to dance, touch the sky
Bagian reff mendorong kita untuk menertawakan kesedihan, menari di atas masalah, dan meraih hal yang mustahil. Lagu ini juga bercerita tentang teman yang datang dan pergi.
“Reunion” mengajarkan kita untuk tidak bersedih dan terus melihat ke depan dengan optimis, sehingga dapat melakukan reuni dengan teman-teman tercinta. Bon Jovi mengajak kita memperbaiki diri tanpa melihat ke belakang. Teruslah melukis perjalanan indah dan momen berkesan menjadi memori.
Kita tidak tahu kapan memori kita akan memanggil. Yang bisa kita siapkan untuk masa depan adalah optimis, gigih, tekun, dan yakin. Bukan meratapi lukisan memori yang sudah kita buat.
Berapa lama waktu yang kalian butuhkan untuk belajar? 1 jam? 2 jam? Atau bahkan 3 jam? Bagi gue, itu terlalu lama. Gue bisa meringkas waktu belajar 3 jam menjadi 1 jam. Gimana caranya? Ini trik yang gue lakukan! Yuk kita bahas!
Sejak diluncurkannya Chat GPT pertama kali pada 30 November 2022, publik dibuat heboh dengan kemunculannya yang tiba-tiba. Pasalnya, Chat GPT adalah artificial intelligence (AI) pertama yang dapat diakses secara free oleh seluruh pengguna internet di dunia.
Chat GPT dengan kemampuannya yang canggih dapat memberikan informasi apapun yang kita minta. Informasi tersebut di-generate dari hasil training yang telah dilakukan oleh Open AI dengan data tertentu.
Kemiripannya dengan mesin pencari seperti Google, Chat GPT menawarkan fungsi lain yang lebih advance. Chat GPT dapat dipersonalisasi sesuai kebutuhan yang kita inginkan. Tidak seperti Google Search yang menghasilkan informasi tanpa summary, Chat GPT berkemampuan sebaliknya.
Dari kemampuannya tersebut, hanya dalam kurun waktu 5 hari, Chat GPT telah mencapai 1 juta pengguna. Daya tarik Chat GPT telah meracuni banyak kaum muda untuk mencoba generative AI pertama kalinya.
Pada tahun 2023, tercatat sebanyak 14.6 miliar kunjungan ke web Chat GPT. Ini merupakan angka yang fantastis dari seluruh pengguna internet di dunia yang memanfaatkan Chat GPT untuk berbagai kebutuhan.
Gue pribadi memanfaatkan Chat GPT untuk belajar. Gue sudah berkali-kali mempersonalisasikan Chat GPT untuk gue pake belajar dan itu berhasil. Proses personalisasi ini tidak begitu rumit, namun membutuhkan ketepatan dalam melakukan prompting.
Yes, Chat GPT memerlukan prompting yang sesuai agar output menjadi maksimal. Gue akan share ke kalian gimana cara gue untuk prompt Chat GPT, termasuk generatif AI lainnya agar output menjadi maksimal.
1. Take a role as…
Sebelum gue cari informasi yang gue butuhkan untuk belajar, biasanya gue minta Chat GPT untuk jadi seseorang terlebih dahulu. Kok begitu? Ini berguna agar kita mendapatkan sudut pandang secara real dari penokohan tertentu.
Contohnya, gue mau belajar bisnis dari sudut pandang CEO perusahaan teknologi besar seperti Google. Atau gue mau belajar bisnis dari sudut pandang seorang disruptor yaitu Elon Musk secara langsung.
Misalnya gue mau belajar dari Elon Musk bagaimana cara merevolusi industri pendidikan di era digital. Seperti ini contoh promptnya:
“Take a role as Elon Musk and use his perspective in running a business. I need a perspective on how we need to disrupt the education system in the digital era.”
Cara ini berguna untuk mempelajari bagaimana cara pandang seorang pelaku industri tertentu terhadap suatu topik. Dari hasil prompt yang gue generate, secara general output dari Chat GPT cukup menggambarkan perspektif Elon Musk.
Berdasarkan output yang tertera pada gambar, Elon Musk akan melakukan leveraging teknologi untuk membuat personalisasi metode belajar. Penggunaan teknologi dapat memperbaiki metode ajar dan disesuaikan dengan karakter masing-masing siswa.
Kira-kira seperti itu cara pandang Elon Musk ketika gue minta Chat GPT menjadi beliau.
2. Please help me to understand…
Setelah meminta Chat GPT menjadi Elon Musk, gue akan minta AI untuk bantu gue paham sebuah topik. Pada contoh kali ini gue akan lanjut bahas topik disrupsi pada bidang edukasi
Contohnya seperti ini:
“Please help me to understand how you leverage technology into the traditional education system? Many developed countries have difficulty incorporating technology into their education systems. What do you think?”
Prompt seperti ini membantu kita untuk memahami sesuatu lebih direct. Contoh yang gue kasih adalah gimana cara Elon Musk untuk leverage teknologi ke dalam sistem edukasi saat ini.
Gue mencoba untuk mengambil sudut pandang Elon Musk sebagai pelaku industri yang revolusioner. Ada beberapa sudut pandang yang gue sebetulnya kurang paham. Tapi tenang aja, kita coba dive deeper dengan cara yang lebih sederhana di poin selanjutnya.
3. Can you explain … in the simplest way?
Kali ini gue akan dive deeper agar gue lebih paham bagian yang gue ga paham. Gue akan meminta Elon Musk menjelaskan kembali dengan bahasa dan tata kalimat yang lebih sederhana.
Contohnya seperti ini:
“Can you explain the seventh point “Encouraging Collaborative Learning” where you say we need to do something like in the SpaceX culture. please also explain to me the second point “Combining Online and Offline Learning” in the simplest way”
4. Suppose I am a high school student, explain to me everything you know about…
Setelah gue minta Chat GPT jelaskan apapun yang gue minta, namun gue masih belum paham semua itu. Kali ini gue akan minta Chat GPT untuk menyederhanakan penjelasannya.
Prompt yang gue tulis untuk menyederhanakan semua materi itu adalah sebagai berikut:
“Suppose I am a high school student, explain to me everything you know about effective group projects that leverage technology into the education system.”
Di sini gue impersonate menjadi siswa SMA. Tujuannya adalah agar output menjadi selaras dengan tingkatan pemahaman kita. Hasilnya menjadi seperti ini:
Prompt seperti ini berguna ketika kalian sulit memahami suatu hal yang kompleks. Prompt ini juga bermanfaat bagi kalian yang masih awam/pemula ketika belajar hal baru.
Jadi, itulah cara cerdik gue belajar apapun yang sulit dipahami dalam 1 jam. Prompt di atas dapat kalian coba juga untuk mempercepat proses belajar kalian.
Mengingat, dunia akan semakin dinamis, bahkan dalam 6 bulan kedepan pun terasa sulit diprediksi apa yang akan terjadi. Musuh kita bukanlah AI atau mesin otomatis. Namun, musuh kita adalah mereka yang menggunakan AI.
Akan sangat kontras perbedaan antara orang yang menggunakan AI dan tidak. Dunia saat ini sudah tidak meminta kita untuk belajar 1 Bab dalam 1 minggu. Kita dituntut belajar 1 Bab dalam 1 hari.
Lalu, bagaimana cara cepatnya? Ya pake AI. Seperti cara cerdik yang gue lakukan sejak Chat GPT diperkenalkan kepada publik.
Terimakasih buat kalian yang sudah baca sampai akhir. Setidaknya artikel ini dalam menginformasikan apa yang gue biasa lakukan ketika proses belajar. Ambil baiknya, buang buruknya.
Pentingnya belajar berkaitan erat dengan perspektif seseorang terhadap pendidikan. Banyak dari kita menganggap belajar hanya dilakukan di sekolah formal, dengan seragam sekolah, duduk di kelas, membaca buku teks, menghitung, dan mengikuti ujian.
Metode pembelajaran ini sering kali membuat banyak siswa merasa kurang menyukai belajar. Oleh karena itu, penting untuk memahami alasan di balik ketidaknyamanan ini agar kita dapat meningkatkan pengalaman pendidikan.
Sistem pendidikan sering menuntut kita untuk menentukan jawaban benar di antara pilihan salah saat ujian. Hasil ujian kemudian diukur dengan angka pasti, seolah merepresentasikan kebenaran yang kita sampaikan. Angka ini sering dikagumi, diperjuangkan, bahkan dipuja-puja.
Namun, hasil non-angka sering diabaikan. Seolah-olah, angka ini merepresentasikan seberapa malas atau rajin kita belajar. Padahal, hasil ujian tidak dapat merepresentasikan semangat belajar seseorang.
Misalnya, seseorang yang tidak menyukai matematika cenderung mendapatkan nilai rendah dibandingkan mereka yang menyukainya. Begitu pula bagi mereka yang menyukai sains, peluang meraih nilai tinggi lebih besar dibandingkan yang tidak menyukai sains.
Dalam konteks suka atau tidak suka belajar, nilai ujian atau grade tertentu tidak dapat merepresentasikan perasaan tersebut. Rasa suka atau tidak suka didasarkan pada motivasi di balik keinginan mempelajari sesuatu.
Contohnya, saya mungkin mendapatkan nilai rendah dalam mata pelajaran sejarah karena saya tidak membutuhkannya untuk masa depan saya. Namun, saya mendapatkan nilai tinggi pada mata pelajaran matematika dan sains karena saya sangat membutuhkannya.
Pada konteks ini, saya tidak menyukai sejarah karena merasa hanya menghabiskan waktu untuk sesuatu yang tidak saya butuhkan. Sebaliknya, saya akan meluangkan banyak waktu untuk sesuatu yang saya butuhkan, seperti matematika dan sains.
Saya akan merasa malas belajar sejarah karena tidak relevan untuk masa depan saya. Sebaliknya, saya akan bersemangat belajar matematika dan sains karena sangat penting bagi masa depan saya.
Rasa malas belajar
Pada tahun 2023, sebuah peristiwa ironi terjadi di Blitar, Indonesia, di mana ribuan siswa/i enggan bersekolah. Dilansir dari detik.com, para siswa tersebut memilih bekerja meskipun orang tua mereka berkecukupan.
Sebagian siswa memilih bekerja untuk mendapatkan uang. Mereka tergoda oleh nominal pada kertas bernilai uang, tetapi tidak tertarik pada kertas berisi teks panjang.
Ironi selanjutnya adalah rendahnya minat baca masyarakat Indonesia yang hanya sebesar 0,001 persen. Artinya, hanya ada 1 orang yang membaca teks panjang di antara 1000 orang. Ini mengenaskan mengingat teks panjang adalah sumber ilmu dan informasi yang lebih komprehensif.
Saya berpikir hal ini disebabkan oleh metode ajar di sekolah zaman dahulu yang mengedepankan textbook sebagai bahan ajar utama. Meskipun metode ini tidak salah, seharusnya bisa dikombinasikan dengan metode lain.
Bagi saya, belajar dari textbook terasa hambar tanpa interaksi langsung dengan materi ajar. Meski textbook merupakan sumber terpercaya untuk informasi, pengalaman belajar akan lebih hidup dengan metode lain yang lebih interaktif.
Textbook memang merupakan sumber utama belajar, namun sulit untuk menularkan inspirasi kepada pembacanya tanpa adanya pengalaman yang lebih dari sekadar membaca buku.
created by bing image creator prompt: Animation of a woman studying in a very cozy coffee shop.
Sudut pandang tentang belajar
Sudut pandang setiap orang terhadap belajar sangat beragam. Ada yang memandangnya sebagai kebutuhan, sebagai bersenang-senang, atau bahkan sesuatu yang sangat menyulitkan hidup.
Belajar sebagai kebutuhan
Bagi sebagian orang, belajar adalah kebutuhan untuk mencapai tujuan atau cita-cita. Tujuan ini bukan hanya produk akhir yang didapatkan, tetapi juga hasil dari proses belajar itu sendiri.
Sebagai contoh, saya belajar coding untuk mengasah logical thinking. Output yang saya harapkan adalah kemampuan berpikir logis yang tajam karena saya lihai membuat kode.
Saya belajar coding bukan untuk menjadi seorang programmer, tetapi untuk mendapatkan manfaat dari proses belajarnya. Terkadang, kita sering lupa menghargai hasil dari proses belajar itu sendiri.
Kebanyakan dari kita selalu melihat tujuan akhir atau output sebagai produk jadi. Padahal, produk akhir dihasilkan dari proses yang membutuhkan lebih dari sekadar ilmu.
Contoh lainnya, jika seseorang ingin menjadi programmer, ia perlu belajar coding dan memiliki logical thinking yang tajam. Logical thinking yang tajam tidak hanya berguna untuk membuat kode, tetapi juga dapat diterapkan dalam berbagai bidang.
Logical thinking adalah hasil dari proses belajar coding. Kemampuan membuat kode yang baik adalah hasil dari logical thinking yang tajam. Banyak dari kita mengeluh saat menjalani prosesnya, padahal hasil dari proses itulah yang sebenarnya kita butuhkan.
Belajar sebagai proses
Mereka yang memandang bahwa belajar adalah proses biasanya tidak berorientasi pada hasil akhir. Mereka menikmati proses belajar sebagai kebutuhan untuk mencapai tujuan akhir.
Jika dianalogikan, kita perlu menikmati proses mengendarai mobil untuk sampai ke kota tujuan. Dalam proses belajar, kita mendapatkan pengalaman untuk menjadi lebih profesional dalam bidang yang kita pelajari.
Belajar sebagai proses merupakan dinamika untuk mendapatkan keterampilan baru, pengalaman baru, dan sudut pandang baru terhadap suatu ilmu. Ada hikmah di balik proses yang kita lalui ketika belajar.
Proses belajar membantu kita menstimulasi adaptabilitas, rasa ingin tahu, dan kemampuan pemecahan masalah. Belajar membuat kita lebih fleksibel terhadap perubahan.
Seolah otak kita sudah tersetting untuk menangkap informasi secara cepat. Kognitif kita yang semula menganut “slow living” berubah menjadi “ambisius”. Fungsi kognitif kita akan selalu berjalan karena proses belajar yang banyak dilalui.
Selain itu, belajar mampu menumbuhkan kreativitas. Kreativitas muncul ketika kita dihadapkan dengan tantangan rumit yang membutuhkan pemecahan masalah kompleks.
Kreativitas yang tumbuh menjadi bahan bakar bagi kita untuk menjadi pembelajar seumur hidup. Seperti halnya hidup, lifelong learning adalah petualangan untuk mengeksplorasi dunia lebih jauh, luas, dan lebih dalam.
Belajar sebagai lingkungan pendukung
Belajar tidak hanya terbatas pada kelas formal yang disediakan oleh pemerintah atau swasta. Proses belajar dapat dilakukan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk memperdalam hobi yang kita minati.
Dengan definisi yang lebih luas ini, individu dapat menyadari bahwa belajar adalah bagian alami dari kehidupan dan tidak terbatas pada sekolah.
Pengakuan ini membantu menghilangkan stigma bahwa belajar adalah aktivitas yang membosankan atau mengintimidasi. Sebaliknya, ini mendorong setiap orang untuk melihat setiap momen sebagai kesempatan untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru.
Hal ini juga memperluas wawasan bahwa setiap pengalaman hidup dapat menjadi sumber belajar yang berharga. Pengalaman ini memperkaya pengetahuan dan membangun kemampuan yang relevan untuk berbagai aspek kehidupan.
Sumber inspirasi belajar
Saat ini banyak sekali sumber inspirasi belajar bagi setiap orang. Jika di sekolah kita belajar melalui bacaan textbook panjang yang diberikan, maka tidak berlaku untuk era digital saat ini. Sumber-sumber konvensional seperti textbook sudah sulit untuk membuat seseorang “suka” belajar.
Ada beberapa sumber non-konvensional yang justru banyak diminati oleh orang-orang saat ini. Berikut adalah beberapa sumber inspirasi untuk belajar ketika textbook sudah tidak lagi menginspirasi.
Podcast and audiobooks
Mendengarkan ahli, pendongeng, dan para penggemar berbagi pengetahuan mereka melalui podcast dan buku audio menjadi salah satu cara populer untuk belajar. Podcast menyajikan berbagai topik seperti teknologi, seni, sains, cerita, bahkan self improvement yang dipaparkan oleh para ahli.
Ahli di bidangnya membagikan wawasan mendalam dan analisis tajam yang sulit ditemukan di sumber lain. Sementara pendongeng dan penggemar menghadirkan cerita-cerita menarik yang tidak hanya menghibur tetapi juga mengedukasi.
Podcast juga sering menghadirkan diskusi dan wawancara dengan berbagai narasumber. Mereka memberikan perspektif beragam yang memperkaya pemahaman pendengar.
Tak jarang, podcast terkenal menghadirkan role model yang populer sehingga mampu memberikan inspirasi lebih kepada para pendengarnya. Hal ini dapat memperkuat exposure untuk meraih keberhasilan menjadi lebih besar.
Saat ini, podcast dapat diakses dengan mudah hanya bermodalkan ponsel dan koneksi internet. Hal ini membuka peluang belajar yang tak terbatas, membantu setiap individu mencari inspirasi keterampilan baru, memperluas wawasan, dan tetap up-to-date dengan perkembangan terkini di berbagai bidang.
TED Talks dan online course
TED Talks adalah sumber inspirasi bagi siapa saja yang ingin termotivasi untuk belajar. Setiap sesi TED Talks menampilkan pembicara-pembicara penuh gairah yang membahas berbagai topik, mulai dari ilmu pengetahuan, teknologi, seni, hingga isu-isu sosial.
Dengan durasi yang singkat namun mendalam, TED Talks dapat memunculkan ide-ide baru dan perspektif yang segar. Pembicara yang dihadirkan adalah para ahli dibidangnya yang bercerita mengenai pengalaman dan pengetahuan mereka.
Melalui TED Talks, setiap orang dapat menemukan sudut pandang baru yang dapat mengubah cara mereka memandang dunia dan mendorong semangat belajar yang terus menyala.
Selain dari TED Talks, sesi webinar daring juga dapat menginspirasi seseorang agar mau belajar. Webinar memberikan kita akses belajar dari para pakar industri maupun akademisi berpengalaman.
Keunggulan webinar daring adalah para audiens dapat berinteraksi secara langsung bahkan face to face dengan pembicara. Hal ini membuka peluang luas untuk bertanya segala hal yang berkaitan dengan background ilmu dari pembicara.
Kedua media inspirasi ini jika kita gabungkan akan menjadi sebuah strategi yang kuat untuk memacu diri belajar lebih semangat. Saya pribadi lebih suka mencari inspirasi dari TED Talks karena dapat diakses kapanpun dan di manapun.
Terlebih, tokoh yang dihadirkan sangat bervariasi dari berbagai latar belakang, negara, maupun industri. Mereka memiliki perspektif yang out of the box namun sangat relate dengan keadaan dunia saat ini.
Percakapan dan networking
Berpartisipasi dalam diskusi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang adalah sumber inspirasi yang menarik untuk belajar. Setiap individu memiliki pengetahuan dan pengalaman unik yang bisa mereka bagikan.
Perspektif mereka yang berbeda-beda membuat kita berpikir dan memperdalam mengenai apa yang mereka diskusikan. Perspektif baru ini bisa saja membuat kalian merasa tertarik untuk mendalami suatu hal.
Percakapan ini dapat berlangsung secara daring ataupun melalui community tertentu. Begitupun dengan menghadiri sebuah workshop, meetup, atau forum menjadi media inspirasi bagi kita untuk diskusi suatu hal.
Keterlibatan kita dalam suatu community memberikan dukungan sosial untuk terus mengembangkan diri. Melalui kolaborasi dan berbagi pengetahuan, kita dapat membangun jaringan yang bermanfaat bagi perkembangan pribadi dan profesional.
Media percakapan dan networking mungkin sudah terdengar umum bagi sebagian orang. Namun, kedua media inilah yang cukup efektif untuk menumbuhkan curiosity kita untuk memperdalam suatu wawasan.
Melalui interaksi ini, kita tidak hanya memperkaya pengetahuan tetapi juga membangun hubungan yang dapat membuka jalan menuju peluang baru. Belajar menjadi proses yang dinamis dan menyenangkan, didorong oleh inspirasi yang kita temukan dalam setiap percakapan dan koneksi yang kita bangun.
Closing
Belajar bukanlah hal menakutkan seperti apa yang kita bayangkan. Belajar merupakan sebuah petualangan hidup yang tiada henti. Kita mungkin akan berhenti belajar di sekolah formal, namun tidak dalam kehidupan.
Setiap langkah kaki kita pasti mengajarkan kita pelajaran. Baik secara langsung maupun tidak langsung, secara sadar maupun tidak sadar. Kurang etis rasanya jika kita mengatakan tidak ingin lagi belajar.
Pada hakikatnya belajar bukan hanya duduk, menghitung, dan ujian. Itu hanya terjadi pada institusi formal dan informal yang memang dirancang menguji seseorang. Berbeda halnya dengan belajar sesungguhnya dalam kehidupan kita.
Suka atau tidak suka kita pasti akan belajar. Mau atau tidak mau kita pasti akan belajar. Butuh atau tidak butuh kita pasti akan belajar.
Mungkin sumber inspirasi kita untuk belajar bukan dari sebuah textbook panjang lagi. Media digital yang menunjang interaksi lebih banyak akan cenderung lebih menginspirasi kita. Terlebih, media tersebut sudah tertanam dalam batin kita ketika butuh inspirasi belajar.
Apa opini kalian mengenai belajar? Apakah kemauan belajar didasari atas suka-tidak atau butuh-tidak butuh? Lalu, dari mana inspirasi belajar kalian dan siapa role model yang sangat menginspirasi kalian untuk terus belajar?
Tahun 2024 telah berjalan selama 5 bulan, dengan 7 bulan tersisa untuk berkontribusi positif hingga akhir tahun. Dalam artikel ini, gue akan membagikan beberapa skill fundamental untuk dikuasai di sisa waktu tahun ini.
Media massa telah melaporkan bahwa dunia saat ini sedang mengalami evolusi dalam bidang sains dan teknologi, yang salah satunya tercermin dalam kemunculan artificial intelligence (AI) yang kini menjadi penunjang penting dalam pekerjaan dan pembelajaran kita.
Perkembangan sains dan teknologi diperkirakan akan terus meningkat, terutama dalam aspek positif seperti AI. Menurut laporan McKinsey yang diterbitkan pada tahun 2023, nilai pertumbuhan teknologi AI diperkirakan mencapai 4,4 triliun dolar AS di seluruh industri dunia.
Proyeksi nilai ini diantisipasi akan tercapai dalam waktu relatif singkat, mungkin dalam kurun waktu 5 tahun atau bahkan lebih cepat. Diprediksi pada tahun 2024, sekitar 8,4 miliar perangkat akan menggunakan AI. Dengan asumsi setiap individu memiliki 2 perangkat, maka sekitar 4,2 miliar orang akan memiliki akses ke teknologi AI.
Jumlah pengguna ini akan mengubah secara signifikan cara kita bekerja, belajar, dan menjalani kehidupan sehari-hari. Metode lama akan semakin ditinggalkan, dan salah satu dampak yang paling dirasakan adalah di industri bisnis.
Teknologi AI terus berkembang, mengubah proses-proses yang sebelumnya didukung atau bahkan digantikan oleh AI. Banyak industri telah mengadopsi AI untuk membantu dalam proses bisnis dan pengambilan keputusan.
Sebagai contoh, terdapat konsep strategic intelligence yang melibatkan proses pengambilan keputusan strategis berdasarkan analisis data dari model AI. Data tersebut diolah untuk menghasilkan prediksi dan rekomendasi yang dapat membantu proyeksi masa depan.
Disrupsi AI yang semakin merata, mendorong kita untuk mengadopsinya. Namun, sekadar menggunakan AI tanpa pemahaman fundamental tidaklah cukup. Ada beberapa prinsip fundamental yang harus dipahami untuk memastikan penggunaan AI optimal dan tidak salah.
Jadi, keterampilan apa yang diperlukan untuk menghadapi AI? Mari kita simak sampai akhir artikel ini.
Digital Literacy
source: pexels.com
Digital literacy atau literasi digital adalah kemampuan dasar yang diperlukan untuk berinteraksi dengan teknologi. Ini tidak hanya tentang menggunakan komputer, tetapi juga tentang mencari informasi, membuat konten digital, dan berkomunikasi melalui platform online.
Perkembangan teknologi yang massif mengharuskan setiap orang cakap digital. Kehidupan manusia tidak akan pernah lagi bisa lepas dari jeratan teknologi. Baik dalam bidang pekerjaan maupun kegiatan sosial yang kedepannya akan menjadi technology-driven society.
Technology-driven society adalah kondisi di mana kehidupan sosial manusia akan dikendalikan menggunakan teknologi. Contoh kecilnya adalah tren fashion yang dipromosikan di media sosial berpengaruh terhadap lifestyle banyak orang.
Dilansir dari kompas.id, pada tahun 2022, skor literasi digital Indonesia meningkat sebesar 0.05 poin yaitu menjadi 3.54 dari tahun 2021 senilai 3.49 poin. Peningkatan ini menunjukan bahwa masyarakat Indonesia mengalami peningkatan literasi ketika menggunakan digital tools.
Namun di sisi lain, Indonesia memegang peringkat ke 51 dari 63 negara menurut Institute for Management Development (IMD) dalam World Digital Competitiveness Ranking 2022. Peringkat ini sangat jauh jika kita bandingkan dengan Singapura pada peringkat ke 4 dan Malaysia ke 31 pada tahun 2022.
Menurut artikel pada website law.ui.ac.id yang ditulis oleh salah satu dosen hukum UI, dengan kapabilitas literasi digital yang rendah, masyarakat Indonesia menjadi sangat rentan terpapar oleh berita hoax hingga hate speech.
Terlebih, bahaya cyber crime sulit dihindari oleh mereka yang minim kemampuan literasi. Tercatat pada tahun 2022 terdapat total 164.131 kasus email phishing di Indonesia. Menurut Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), korban dapat mengalami kerugian hingga 1.4 miliar rupiah.
Tantangan ini menjadi sebuah tugas besar bagi kita semua sebagai masyarakat Indonesia untuk meningkatkan kemampuan literasi digital. Pada era serba digital saat ini, sudah saatnya kita semua sadar bahwa literasi digital menjadi fundamental dalam kehidupan sehari-hari.
3 Aspek Digital Literacy
Menggunakan digital tools untuk membuat produk atau konten digital
Berkomunikasi, berbagi, dan berinteraksi secara daring melalui online media platform
Menjaga keamanan dan berperilaku baik di media online
Menurut cambridge.org, ada tiga aspek literasi digital yang dapat kita pelajari untuk meningkatkan kapabilitas dan kemampuan literasi digital kita. Berikut adalah ketiga aspek agar kita lebih aware dengan literasi digital:
Ketiga aspek di atas, jika digabungkan maka setiap orang akan dapat mengidentifikasi masalah lebih dalam, analisis risiko masalah, dan memiliki citra baik atas perilaku online yang dilakukan.
Berikut contoh jika ketiga aspek tersebut digabungkan berdasarkan cambridge.org:
Contoh Pertama:
Komponen Aktivitas
Identifikasi Solusi
Hasil Literasi
Mengelola dan mencari data digital, konten, dan informasi melalui online media platform
Melakukan record sumber informasi sebagai referensi, menemukan keyword atas informasi yang didapat, dan menggunakan bantuan AI untuk mencari lebih dalam informasi yang diperlukan
Narasi informasi, infografis, cerita, dan format audio-visual. Contoh narasi: “Informasi mengenai mobil listrik didapatkan dari sumber A. Ia menyatakan bahwa…”
Menganalisis dan menilai data, informasi, dan konten dari sumber digital.
Melakukan komparasi antara berita aktual dan hoax, mencari dan membandingkan dua informasi yang membingungkan dan kurang masuk akal, serta menganalisis sumber data, informasi, dan koten.
Narasi informasi, infografis, cerita, dan format audio-visual. Contoh narasi: “Informasi dari sumber A adalah tidak benar karena berdasarkan data dari sumber B, dirasa tidak masuk akal atas informasi tersebut.”
Membandingkan, menilai, dan membuat perspektif atas informasi dari sumber digital.
Melakukan eksplorasi konten informasi dari berbagai sumber. Menyimpan seluruh data dan informasi relevan dari setiap sumber informasi. Melakukan link and match antar sumber. Bertanya terkait keabsahan informasi menggunakan AI.
Narasi informasi, infografis, cerita, dan format audio-visual. Contoh narasi: “Informasi ini adalah hoax. Saya mendapatkannya dari media sosial dengan akun A. Namun, menurut situs berita resmi media B, informasi tersebut adalah salah. Saya menyimpan beberapa data yang relevan dari sumber kredibel terkait kebenaran informasi tersebut.”
Contoh Kedua:
Agar teman-teman pembaca lebih paham penggunaan aspek literasi digital di kehidupan sehari-hari seperti apa, yuk simak contoh yang gue adaptasi.
Komponen Aktivitas
Identifikasi Solusi
Hasil Literasi
Interaksi dan berbagi informasi kepada sesama rekan kerja atau belajar
Memberikan informasi melalui online platform yang sesuai dengan kebutuhan. Mengunggah file ke dalam sistem informasi agar seluruh rekan dapat mengaksesnya secara bersama-sama.
Contoh narasi: “Informasi [artikel, file, konten] sangat relevan dan akan membantu proses penyelesaian proyek kita lebih cepat, tepat, dan efisien biaya.”
Belajar membuat program komputer menggunakan coding
Menggunakan generative AI untuk bertanya coding yang tidak dipahami. Melakukan prompting coding pada tools AI untuk mempercepat proses belajar.
Contoh narasi: “Menurut [Generative AI], coding ini berfungsi ini menampilkan data berbentuk tabel. Sehingga, untuk menghasilkan tabel yang baik, maka coding perlu diimplementasikan dengan struktur data yang baik juga.”
Mencari informasi film tertentu untuk ditonton pekan depan
Mencari informasi melalui website penyedia informasi film. Mencari informasi melalui media sosial. Bertanya langsung kepada generative AI untuk meminta saran film terbaru.
Contoh narasi: “Based on media sosial A, film yang akan dirilis pekan ini adalah Film B. Kemudian, berdasarkan website penyedia film, film tersebut bergenre drama dan komedi.”
Ketiga aspek ini menurut gue pribadi sangat relevan untuk kita pelajari, pahami, dan diterapkan di kehidupan sehari-hari. Mengingat kembali bahwa literasi digital di Indonesia masih perlu peningkatan yang signifikan, ketiga aspek tersebut dapat dipelajari oleh siapapun.
Sejatinya, skill literasi digital saat ini sudah menjadi fundamental ketika kita hendak berinteraksi dengan tools digital, terutama dalam proses belajar.
Bukan hanya persoalan menggunakan teknologi komputer maupun gawai lainnya, literasi digital berperan dalam proses belajar yang lebih terkurasi.
Critical Thinking and AI Literacy
source: pexels.com
Pada tahun 2024, perkembangan AI semakin masif di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data Statista, diproyeksikan bahwa penetrasi penggunaan AI terus meningkat hingga mencapai 729,1 juta pengguna di seluruh dunia.
Di Indonesia, adopsi AI juga cukup signifikan. Pada tahun 2023, tercatat sebanyak 1,4 miliar kunjungan ke situs AI dari pengguna di Indonesia, menjadikan Indonesia berada di urutan ketiga setelah AS dan India dalam hal pengaksesan AI.
Dewasa ini semakin banyak informasi yang dibuat hanya mengandalkan kemampuan AI. Adapun sebagian artikel di berbagai website penyedia artikel yang meminta AI secara murni untuk menulis artikel.
Tak jarang artikel-artikel tersebut tersematkan data dan informasi krusial yang membutuhkan penilaian benar atau salah. Data dan informasi yang dibuat oleh AI belum diketahui secara pasti kebenarannya.
Sebagian orang mungkin akan langsung percaya dan mengonsumsi informasi tersebut mentah-mentah. Namun, pengecekan kembali data dan informasi sangat diperlukan untuk memastikan secara faktual.
Kemampuan critical thinking sangat diperlukan pada era AI yang sedang secara masif berkembang. Critical thinking diperlukan untuk mengevaluasi informasi yang dibuat oleh AI. Apakah informasi yang dihasilkan menimbulkan bias, ambiguitas, atau tidak relevan terhadap suatu topik tertentu.
Dalam konteks AI, critical thinking yang dimaksud adalah kemampuan seseorang untuk menganalisis output AI. Jika output AI dirasa kurang relevan dan kurang akurat, maka kita menggunakan critical thinking untuk mencari data aktual.
Sejatinya, AI tidak akan pernah bisa menggantikan manusia untuk menghasilkan informasi yang akurat dan sesuai fakta. Proses evaluasi menggunakan critical thinking menjadi fundamental karena banyak AI seperti Chat Gpt yang masih memberikan informasi yang salah.
Dalam artikel yang dipublikasikan oleh Forbes, AI masih sangat rentan terhadap informasi yang tidak benar. Teknologi AI secara basic adalah mesin yang dilatih untuk menuruti perintah pengguna. AI hanya menjalankan perintah dari prompt yang dituliskan.
AI akan melakukan record data untuk self learning dari penggunanya. Menurut Feyaza Khan dalam artikel tersebut, ia menyebutkan bahwa banyak sekali keterlibatan manusia secara langsung pada proses development AI.
Proses development yang sangat krusial adalah bagaimana sebuah AI dapat menghasilkan informasi berkualitas tinggi dengan akurasi yang tinggi. Model AI yang baik sangat bergantung pada penggunaanya karena AI mempelajari pola penggunanya.
Feyaza Khan juga menyampaikan bahwa bagi para pengguna AI terutama penulis dan editor harus sangat kritis terhadap output yang dihasilkan AI. Maka dari itu, kemampuan critical thinking para pengguna harus sangat berkualitas tinggi.
Critical thinking bukan sekadar mengevaluasi hasil AI. Namun, juga mengeksplor potensi yang akhirnya membantu manusia pada proses problem solving. Dengan limitasi AI yang ada sekarang, kemampuan evaluasi informasi menjadi fundamental.
3 Core dari Critical Thinking in AI era
Contextual understanding
Pemahaman secara detail dan mendalam mengenai konteks informasi yang dicari pada AI adalah hal yang krusial. AI memiliki limitasi terhadap hal mendetail terhadap konteks tertentu dan hanya menghasil informasi yang berputar pada jawaban sebelumnya.
Creativity:
Critical thinking memerlukan kreativitas untuk melihat sudut pandang lain yang tidak dihasilkan oleh AI. Terlebih, pemikiran out of the box dari pengguna sangat diperlukan agar output AI lebih luas.
Adaptability
Adaptasi terhadap strategi penalaran berdasarkan informasi dari AI sangat diperlukan. AI secara basic memiliki kemampuan adaptabilitas yang baik terhadap data baru maupun informasi baru yang diajarkan. Namun, AI tidak memiliki fleksibilitas serta adaptasi pemikiran serta pengolahan informasi seperti manusia.
Definisi serta 3 aspek critical thinking yang telah dijelaskan di atas menjadi fundamental di era AI saat ini. Terdapat korelasi antara critical thinking dan AI, lebih tepatnya adalah AI literacy. AI literacy atau literasi secara umum adalah kemampuan penggunaan AI.
AI Literacy
Pada era AI saat ini memahami cara kerja AI bukan lagi sesuatu yang eksklusif, namun sudah menjadi kebutuhan. Pemahaman kemampuan AI dalam menyediakan informasi menjadi sangat krusial. Terlebih ketika kita mengkonsumsi informasi yang di-generate secara langsung menggunakan AI.
AI literacy atau literasi AI sudah menjadi fundamental dalam memahami output informasi yang disediakan AI. Literasi AI berkorelasi dengan critical thinking pada sub sebelumnya.Korelasinya adalah literasi AI membutuhkan critical thinking untuk menilai informasi.
Literasi AI membantu seseorang yang menggunakan AI menjadi lebih kritis dan memiliki asumsi dari sudut pandang yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh proses berpikir yang terjadi ketika seseorang mempertanyakan kebenaran informasi.
Dampak dari literasi AI adalah pada proses pengambilan keputusan yang berbasis pada kebenaran informasi. Sebagai contoh, gue mencari informasi mengenai apakah benar jika kita terus belajar, maka neuron di otak kita akan terus menguat.
Informasi yang disajikan AI mungkin belum tentu sepenuhnya benar karena AI hanya merekam dari berbagai sumber. Keperluan kita untuk mengevaluasi kembali adalah bentuk tanggung jawab etis secara tidak langsung.
Jika kalian menggunakan AI untuk tujuan publikasi artikel maupun jurnal atau buku, maka kalian memiliki tanggung jawab etis yang harus dilakukan. AI adalah mesin, AI adalah robot, dan AI tidak memiliki sense untuk mengenali kebenaran informasi.
Literasi AI juga menjadi pendorong bagi kehidupan sosial manusia untuk menavigasi penggunaan teknologi yang baik. Proses pengambilan keputusan yang melibatkan AI akan menjadi lebih etis. Begitupun proses pencarian informasi untuk pengambilan keputusan.
End of Article
Gue selaku penulis artikel ini masih belajar banyak hal terkait skill fundamental digital literacy dan critical thinking and AI literacy. Tidak dapat dipungkiri bahwa penulisan artikel yang kalian baca di-support menggunakan AI.
Gue turut mencantumkan sumber referensi yang sebagian di-generate oleh AI dan sebagian murni hasil mesin pencari.
Terimakasih buat kalian yang sudah membaca artikel ini sampai selesai.