May 2024

Menguak Ketidaksukaan Belajar: Ketika Textbook Gagal Menginspirasi

Pentingnya belajar berkaitan erat dengan perspektif seseorang terhadap pendidikan. Banyak dari kita menganggap belajar hanya dilakukan di sekolah formal, dengan seragam sekolah, duduk di kelas, membaca buku teks, menghitung, dan mengikuti ujian.

Metode pembelajaran ini sering kali membuat banyak siswa merasa kurang menyukai belajar. Oleh karena itu, penting untuk memahami alasan di balik ketidaknyamanan ini agar kita dapat meningkatkan pengalaman pendidikan.

Sistem pendidikan sering menuntut kita untuk menentukan jawaban benar di antara pilihan salah saat ujian. Hasil ujian kemudian diukur dengan angka pasti, seolah merepresentasikan kebenaran yang kita sampaikan. Angka ini sering dikagumi, diperjuangkan, bahkan dipuja-puja. 

Namun, hasil non-angka sering diabaikan. Seolah-olah, angka ini merepresentasikan seberapa malas atau rajin kita belajar. Padahal, hasil ujian tidak dapat merepresentasikan semangat belajar seseorang.

Misalnya, seseorang yang tidak menyukai matematika cenderung mendapatkan nilai rendah dibandingkan mereka yang menyukainya. Begitu pula bagi mereka yang menyukai sains, peluang meraih nilai tinggi lebih besar dibandingkan yang tidak menyukai sains.

Rasa suka belajar

Dalam konteks suka atau tidak suka belajar, nilai ujian atau grade tertentu tidak dapat merepresentasikan perasaan tersebut. Rasa suka atau tidak suka didasarkan pada motivasi di balik keinginan mempelajari sesuatu.

Contohnya, saya mungkin mendapatkan nilai rendah dalam mata pelajaran sejarah karena saya tidak membutuhkannya untuk masa depan saya. Namun, saya mendapatkan nilai tinggi pada mata pelajaran matematika dan sains karena saya sangat membutuhkannya.

Pada konteks ini, saya tidak menyukai sejarah karena merasa hanya menghabiskan waktu untuk sesuatu yang tidak saya butuhkan. Sebaliknya, saya akan meluangkan banyak waktu untuk sesuatu yang saya butuhkan, seperti matematika dan sains.

Saya akan merasa malas belajar sejarah karena tidak relevan untuk masa depan saya. Sebaliknya, saya akan bersemangat belajar matematika dan sains karena sangat penting bagi masa depan saya.

Rasa malas belajar

Sebagian siswa memilih bekerja untuk mendapatkan uang. Mereka tergoda oleh nominal pada kertas bernilai uang, tetapi tidak tertarik pada kertas berisi teks panjang.

Ironi selanjutnya adalah rendahnya minat baca masyarakat Indonesia yang hanya sebesar 0,001 persen. Artinya, hanya ada 1 orang yang membaca teks panjang di antara 1000 orang. Ini mengenaskan mengingat teks panjang adalah sumber ilmu dan informasi yang lebih komprehensif.

Saya berpikir hal ini disebabkan oleh metode ajar di sekolah zaman dahulu yang mengedepankan textbook sebagai bahan ajar utama. Meskipun metode ini tidak salah, seharusnya bisa dikombinasikan dengan metode lain.

Bagi saya, belajar dari textbook terasa hambar tanpa interaksi langsung dengan materi ajar. Meski textbook merupakan sumber terpercaya untuk informasi, pengalaman belajar akan lebih hidup dengan metode lain yang lebih interaktif.

Textbook memang merupakan sumber utama belajar, namun sulit untuk menularkan inspirasi kepada pembacanya tanpa adanya pengalaman yang lebih dari sekadar membaca buku.

created by bing image creator
prompt: Animation of a woman studying in a very cozy coffee shop.

Sudut pandang tentang belajar

Sudut pandang setiap orang terhadap belajar sangat beragam. Ada yang memandangnya sebagai kebutuhan, sebagai bersenang-senang, atau bahkan sesuatu yang sangat menyulitkan hidup.

Belajar sebagai kebutuhan

Bagi sebagian orang, belajar adalah kebutuhan untuk mencapai tujuan atau cita-cita. Tujuan ini bukan hanya produk akhir yang didapatkan, tetapi juga hasil dari proses belajar itu sendiri.

Sebagai contoh, saya belajar coding untuk mengasah logical thinking. Output yang saya harapkan adalah kemampuan berpikir logis yang tajam karena saya lihai membuat kode.

Saya belajar coding bukan untuk menjadi seorang programmer, tetapi untuk mendapatkan manfaat dari proses belajarnya. Terkadang, kita sering lupa menghargai hasil dari proses belajar itu sendiri.

Kebanyakan dari kita selalu melihat tujuan akhir atau output sebagai produk jadi. Padahal, produk akhir dihasilkan dari proses yang membutuhkan lebih dari sekadar ilmu.

Contoh lainnya, jika seseorang ingin menjadi programmer, ia perlu belajar coding dan memiliki logical thinking yang tajam. Logical thinking yang tajam tidak hanya berguna untuk membuat kode, tetapi juga dapat diterapkan dalam berbagai bidang.

Logical thinking adalah hasil dari proses belajar coding. Kemampuan membuat kode yang baik adalah hasil dari logical thinking yang tajam. Banyak dari kita mengeluh saat menjalani prosesnya, padahal hasil dari proses itulah yang sebenarnya kita butuhkan.

Belajar sebagai proses

    Mereka yang memandang bahwa belajar adalah proses biasanya tidak berorientasi pada hasil akhir. Mereka menikmati proses belajar sebagai kebutuhan untuk mencapai tujuan akhir.

    Jika dianalogikan, kita perlu menikmati proses mengendarai mobil untuk sampai ke kota tujuan. Dalam proses belajar, kita mendapatkan pengalaman untuk menjadi lebih profesional dalam bidang yang kita pelajari.

    Belajar sebagai proses merupakan dinamika untuk mendapatkan keterampilan baru, pengalaman baru, dan sudut pandang baru terhadap suatu ilmu. Ada hikmah di balik proses yang kita lalui ketika belajar.

    Proses belajar membantu kita menstimulasi adaptabilitas, rasa ingin tahu, dan kemampuan pemecahan masalah. Belajar membuat kita lebih fleksibel terhadap perubahan.

    Seolah otak kita sudah tersetting untuk menangkap informasi secara cepat. Kognitif kita yang semula menganut “slow living” berubah menjadi “ambisius”. Fungsi kognitif kita akan selalu berjalan karena proses belajar yang banyak dilalui.

    Selain itu, belajar mampu menumbuhkan kreativitas. Kreativitas muncul ketika kita dihadapkan dengan tantangan rumit yang membutuhkan pemecahan masalah kompleks.

    Kreativitas yang tumbuh menjadi bahan bakar bagi kita untuk menjadi pembelajar seumur hidup. Seperti halnya hidup, lifelong learning adalah petualangan untuk mengeksplorasi dunia lebih jauh, luas, dan lebih dalam.

    Belajar sebagai lingkungan pendukung

      Belajar tidak hanya terbatas pada kelas formal yang disediakan oleh pemerintah atau swasta. Proses belajar dapat dilakukan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk memperdalam hobi yang kita minati.

      Dengan definisi yang lebih luas ini, individu dapat menyadari bahwa belajar adalah bagian alami dari kehidupan dan tidak terbatas pada sekolah.

      Pengakuan ini membantu menghilangkan stigma bahwa belajar adalah aktivitas yang membosankan atau mengintimidasi. Sebaliknya, ini mendorong setiap orang untuk melihat setiap momen sebagai kesempatan untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru.

      Hal ini juga memperluas wawasan bahwa setiap pengalaman hidup dapat menjadi sumber belajar yang berharga. Pengalaman ini memperkaya pengetahuan dan membangun kemampuan yang relevan untuk berbagai aspek kehidupan.

      Sumber inspirasi belajar

      Saat ini banyak sekali sumber inspirasi belajar bagi setiap orang. Jika di sekolah kita belajar melalui bacaan textbook panjang yang diberikan, maka tidak berlaku untuk era digital saat ini. Sumber-sumber konvensional seperti textbook sudah sulit untuk membuat seseorang “suka” belajar.

      Ada beberapa sumber non-konvensional yang justru banyak diminati oleh orang-orang saat ini. Berikut adalah beberapa sumber inspirasi untuk belajar ketika textbook sudah tidak lagi menginspirasi.

      Podcast and audiobooks

        Mendengarkan ahli, pendongeng, dan para penggemar berbagi pengetahuan mereka melalui podcast dan buku audio menjadi salah satu cara populer untuk belajar. Podcast menyajikan berbagai topik seperti teknologi, seni, sains, cerita, bahkan self improvement yang dipaparkan oleh para ahli.

        Ahli di bidangnya membagikan wawasan mendalam dan analisis tajam yang sulit ditemukan di sumber lain. Sementara pendongeng dan penggemar menghadirkan cerita-cerita menarik yang tidak hanya menghibur tetapi juga mengedukasi. 

        Podcast juga sering menghadirkan diskusi dan wawancara dengan berbagai narasumber. Mereka memberikan perspektif beragam yang memperkaya pemahaman pendengar.

        Tak jarang, podcast terkenal menghadirkan role model yang populer sehingga mampu memberikan inspirasi lebih kepada para pendengarnya. Hal ini dapat memperkuat exposure untuk meraih keberhasilan menjadi lebih besar.

        Saat ini, podcast dapat diakses dengan mudah hanya bermodalkan ponsel dan koneksi internet. Hal ini membuka peluang belajar yang tak terbatas, membantu setiap individu mencari inspirasi keterampilan baru, memperluas wawasan, dan tetap up-to-date dengan perkembangan terkini di berbagai bidang.

        TED Talks dan online course

          TED Talks adalah sumber inspirasi bagi siapa saja yang ingin termotivasi untuk belajar. Setiap sesi TED Talks menampilkan pembicara-pembicara penuh gairah yang membahas berbagai topik, mulai dari ilmu pengetahuan, teknologi, seni, hingga isu-isu sosial. 

          Dengan durasi yang singkat namun mendalam, TED Talks dapat memunculkan ide-ide baru dan perspektif yang segar. Pembicara yang dihadirkan adalah para ahli dibidangnya yang bercerita mengenai pengalaman dan pengetahuan mereka.

          Melalui TED Talks, setiap orang dapat menemukan sudut pandang baru yang dapat mengubah cara mereka memandang dunia dan mendorong semangat belajar yang terus menyala.

          Selain dari TED Talks, sesi webinar daring juga dapat menginspirasi seseorang agar mau belajar. Webinar memberikan kita akses belajar dari para pakar industri maupun akademisi berpengalaman.

          Keunggulan webinar daring adalah para audiens dapat berinteraksi secara langsung bahkan face to face dengan pembicara. Hal ini membuka peluang luas untuk bertanya segala hal yang berkaitan dengan background ilmu dari pembicara.

          Kedua media inspirasi ini jika kita gabungkan akan menjadi sebuah strategi yang kuat untuk memacu diri belajar lebih semangat. Saya pribadi lebih suka mencari inspirasi dari TED Talks karena dapat diakses kapanpun dan di manapun.

          Terlebih, tokoh yang dihadirkan sangat bervariasi dari berbagai latar belakang, negara, maupun industri. Mereka memiliki perspektif yang out of the box namun sangat relate dengan keadaan dunia saat ini.

          Percakapan dan networking

            Berpartisipasi dalam diskusi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang adalah sumber inspirasi yang menarik untuk belajar. Setiap individu memiliki pengetahuan dan pengalaman unik yang bisa mereka bagikan. 

            Perspektif mereka yang berbeda-beda membuat kita berpikir dan memperdalam mengenai apa yang mereka diskusikan. Perspektif baru ini bisa saja membuat kalian merasa tertarik untuk mendalami suatu hal.

            Percakapan ini dapat berlangsung secara daring ataupun melalui community tertentu. Begitupun dengan menghadiri sebuah workshop, meetup, atau forum menjadi media inspirasi bagi kita untuk diskusi suatu hal.

            Keterlibatan kita dalam suatu community memberikan dukungan sosial untuk terus mengembangkan diri. Melalui kolaborasi dan berbagi pengetahuan, kita dapat membangun jaringan yang bermanfaat bagi perkembangan pribadi dan profesional.

            Media percakapan dan networking mungkin sudah terdengar umum bagi sebagian orang. Namun, kedua media inilah yang cukup efektif untuk menumbuhkan curiosity kita untuk memperdalam suatu wawasan.

            Melalui interaksi ini, kita tidak hanya memperkaya pengetahuan tetapi juga membangun hubungan yang dapat membuka jalan menuju peluang baru. Belajar menjadi proses yang dinamis dan menyenangkan, didorong oleh inspirasi yang kita temukan dalam setiap percakapan dan koneksi yang kita bangun.

            Closing

            Belajar bukanlah hal menakutkan seperti apa yang kita bayangkan. Belajar merupakan sebuah petualangan hidup yang tiada henti. Kita mungkin akan berhenti belajar di sekolah formal, namun tidak dalam kehidupan.

            Setiap langkah kaki kita pasti mengajarkan kita pelajaran. Baik secara langsung maupun tidak langsung, secara sadar maupun tidak sadar. Kurang etis rasanya jika kita mengatakan tidak ingin lagi belajar.

            Pada hakikatnya belajar bukan hanya duduk, menghitung, dan ujian. Itu hanya terjadi pada institusi formal dan informal yang memang dirancang menguji seseorang. Berbeda halnya dengan belajar sesungguhnya dalam kehidupan kita.

            Suka atau tidak suka kita pasti akan belajar. Mau atau tidak mau kita pasti akan belajar. Butuh atau tidak butuh kita pasti akan belajar.

            Mungkin sumber inspirasi kita untuk belajar bukan dari sebuah textbook panjang lagi. Media digital yang menunjang interaksi lebih banyak akan cenderung lebih menginspirasi kita. Terlebih, media tersebut sudah tertanam dalam batin kita ketika butuh inspirasi belajar.

            Apa opini kalian mengenai belajar? Apakah kemauan belajar didasari atas suka-tidak atau butuh-tidak butuh? Lalu, dari mana inspirasi belajar kalian dan siapa role model yang sangat menginspirasi kalian untuk terus belajar?

            Let me know guys…

            Thanks….

            References

            Menguak Ketidaksukaan Belajar: Ketika Textbook Gagal Menginspirasi Read More »

            Fundamental Skill Di Era AI

            Tahun 2024 telah berjalan selama 5 bulan, dengan 7 bulan tersisa untuk berkontribusi positif hingga akhir tahun. Dalam artikel ini, gue akan membagikan beberapa skill fundamental untuk dikuasai di sisa waktu tahun ini.

            Media massa telah melaporkan bahwa dunia saat ini sedang mengalami evolusi dalam bidang sains dan teknologi, yang salah satunya tercermin dalam kemunculan artificial intelligence (AI) yang kini menjadi penunjang penting dalam pekerjaan dan pembelajaran kita.

            Perkembangan sains dan teknologi diperkirakan akan terus meningkat, terutama dalam aspek positif seperti AI. Menurut laporan McKinsey yang diterbitkan pada tahun 2023, nilai pertumbuhan teknologi AI diperkirakan mencapai 4,4 triliun dolar AS di seluruh industri dunia.

            Proyeksi nilai ini diantisipasi akan tercapai dalam waktu relatif singkat, mungkin dalam kurun waktu 5 tahun atau bahkan lebih cepat. Diprediksi pada tahun 2024, sekitar 8,4 miliar perangkat akan menggunakan AI. Dengan asumsi setiap individu memiliki 2 perangkat, maka sekitar 4,2 miliar orang akan memiliki akses ke teknologi AI.

            Jumlah pengguna ini akan mengubah secara signifikan cara kita bekerja, belajar, dan menjalani kehidupan sehari-hari. Metode lama akan semakin ditinggalkan, dan salah satu dampak yang paling dirasakan adalah di industri bisnis.

            Teknologi AI terus berkembang, mengubah proses-proses yang sebelumnya didukung atau bahkan digantikan oleh AI. Banyak industri telah mengadopsi AI untuk membantu dalam proses bisnis dan pengambilan keputusan.

            Sebagai contoh, terdapat konsep strategic intelligence yang melibatkan proses pengambilan keputusan strategis berdasarkan analisis data dari model AI. Data tersebut diolah untuk menghasilkan prediksi dan rekomendasi yang dapat membantu proyeksi masa depan.

            Disrupsi AI yang semakin merata, mendorong kita untuk mengadopsinya. Namun, sekadar menggunakan AI tanpa pemahaman fundamental tidaklah cukup. Ada beberapa prinsip fundamental yang harus dipahami untuk memastikan penggunaan AI optimal dan tidak salah.

            Jadi, keterampilan apa yang diperlukan untuk menghadapi AI? Mari kita simak sampai akhir artikel ini.

            Digital Literacy

            source: pexels.com

            Digital literacy atau literasi digital adalah kemampuan dasar yang diperlukan untuk berinteraksi dengan teknologi. Ini tidak hanya tentang menggunakan komputer, tetapi juga tentang mencari informasi, membuat konten digital, dan berkomunikasi melalui platform online.

            Perkembangan teknologi yang massif mengharuskan setiap orang cakap digital. Kehidupan manusia tidak akan pernah lagi bisa lepas dari jeratan teknologi. Baik dalam bidang pekerjaan maupun kegiatan sosial yang kedepannya akan menjadi technology-driven society.

            Technology-driven society adalah kondisi di mana kehidupan sosial manusia akan dikendalikan menggunakan teknologi. Contoh kecilnya adalah tren fashion yang dipromosikan di media sosial berpengaruh terhadap lifestyle banyak orang.

            Dilansir dari kompas.id, pada tahun 2022, skor literasi digital Indonesia meningkat sebesar 0.05 poin yaitu menjadi 3.54 dari tahun 2021 senilai 3.49 poin. Peningkatan ini menunjukan bahwa masyarakat Indonesia mengalami peningkatan literasi ketika menggunakan digital tools.

            Namun di sisi lain, Indonesia memegang peringkat ke 51 dari 63 negara menurut Institute for Management Development (IMD) dalam World Digital Competitiveness Ranking 2022. Peringkat ini sangat jauh jika kita bandingkan dengan Singapura pada peringkat ke 4 dan Malaysia ke 31 pada tahun 2022.

            Menurut artikel pada website law.ui.ac.id yang ditulis oleh salah satu dosen hukum UI, dengan kapabilitas literasi digital yang rendah, masyarakat Indonesia menjadi sangat rentan terpapar oleh berita hoax hingga hate speech.

            Terlebih, bahaya cyber crime sulit dihindari oleh mereka yang minim kemampuan literasi. Tercatat pada tahun 2022 terdapat total 164.131 kasus email phishing di Indonesia. Menurut Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), korban dapat mengalami kerugian hingga 1.4 miliar rupiah.

            Tantangan ini menjadi sebuah tugas besar bagi kita semua sebagai masyarakat Indonesia untuk meningkatkan kemampuan literasi digital. Pada era serba digital saat ini, sudah saatnya kita semua sadar bahwa literasi digital menjadi fundamental dalam kehidupan sehari-hari.

            3 Aspek Digital Literacy

            1. Menggunakan digital tools untuk membuat produk atau konten digital
            2. Berkomunikasi, berbagi, dan berinteraksi secara daring melalui online media platform
            3. Menjaga keamanan dan berperilaku baik di media online

            Menurut cambridge.org, ada tiga aspek literasi digital yang dapat kita pelajari untuk meningkatkan kapabilitas dan kemampuan literasi digital kita. Berikut adalah ketiga aspek agar kita lebih aware dengan literasi digital:

            Ketiga aspek di atas, jika digabungkan maka setiap orang akan dapat mengidentifikasi masalah lebih dalam, analisis risiko masalah, dan memiliki citra baik atas perilaku online yang dilakukan.

             Berikut contoh jika ketiga aspek tersebut digabungkan berdasarkan cambridge.org:

            Contoh Pertama:

            Komponen AktivitasIdentifikasi SolusiHasil Literasi
            Mengelola dan mencari data digital, konten, dan informasi melalui online media platformMelakukan record sumber informasi sebagai referensi, menemukan keyword atas informasi yang didapat, dan menggunakan bantuan AI untuk mencari lebih dalam informasi yang diperlukanNarasi informasi, infografis, cerita, dan format audio-visual. Contoh narasi: “Informasi mengenai mobil listrik didapatkan dari sumber A. Ia menyatakan bahwa…”
            Menganalisis dan menilai data, informasi, dan konten dari sumber digital.
            Melakukan komparasi antara berita aktual dan hoax, mencari dan membandingkan dua informasi yang membingungkan dan kurang masuk akal, serta menganalisis sumber data, informasi, dan koten.Narasi informasi, infografis, cerita, dan format audio-visual. Contoh narasi: “Informasi dari sumber A adalah tidak benar karena berdasarkan data dari sumber B, dirasa tidak masuk akal atas informasi tersebut.”
            Membandingkan, menilai, dan membuat perspektif atas informasi dari sumber digital.Melakukan eksplorasi konten informasi dari berbagai sumber. Menyimpan seluruh data dan informasi relevan dari setiap sumber informasi. Melakukan link and match antar sumber. Bertanya terkait keabsahan informasi menggunakan AI.Narasi informasi, infografis, cerita, dan format audio-visual. Contoh narasi: “Informasi ini adalah hoax. Saya mendapatkannya dari media sosial dengan akun A. Namun, menurut situs berita resmi media B, informasi tersebut adalah salah. Saya menyimpan beberapa data yang relevan dari sumber kredibel terkait kebenaran informasi tersebut.”

            Contoh Kedua:

            Agar teman-teman pembaca lebih paham penggunaan aspek literasi digital di kehidupan sehari-hari seperti apa, yuk simak contoh yang gue adaptasi.

            Komponen AktivitasIdentifikasi SolusiHasil Literasi
            Interaksi dan berbagi informasi kepada sesama rekan kerja atau belajarMemberikan informasi melalui online platform yang sesuai dengan kebutuhan. Mengunggah file ke dalam sistem informasi agar seluruh rekan dapat mengaksesnya secara bersama-sama.Contoh narasi: “Informasi [artikel, file, konten] sangat relevan dan akan membantu proses penyelesaian proyek kita lebih cepat, tepat, dan efisien biaya.”
            Belajar membuat program komputer menggunakan codingMenggunakan generative AI untuk bertanya coding yang tidak dipahami. Melakukan prompting coding pada tools AI untuk mempercepat proses belajar.Contoh narasi: “Menurut [Generative AI], coding ini berfungsi ini menampilkan data berbentuk tabel. Sehingga, untuk menghasilkan tabel yang baik, maka coding perlu diimplementasikan dengan struktur data yang baik juga.”
            Mencari informasi film tertentu untuk ditonton pekan depanMencari informasi melalui website penyedia informasi film. Mencari informasi melalui media sosial. Bertanya langsung kepada generative AI untuk meminta saran film terbaru.Contoh narasi: “Based on media sosial A, film yang akan dirilis pekan ini adalah Film B. Kemudian, berdasarkan website penyedia film, film tersebut bergenre drama dan komedi.”

            Ketiga aspek ini menurut gue pribadi sangat relevan untuk kita pelajari, pahami, dan diterapkan di kehidupan sehari-hari. Mengingat kembali bahwa literasi digital di Indonesia masih perlu peningkatan yang signifikan, ketiga aspek tersebut dapat dipelajari oleh siapapun.

            Sejatinya, skill literasi digital saat ini sudah menjadi fundamental ketika kita hendak berinteraksi dengan tools digital, terutama dalam proses belajar.

            Bukan hanya persoalan menggunakan teknologi komputer maupun gawai lainnya, literasi digital berperan dalam proses belajar yang lebih terkurasi.

            Critical Thinking and AI Literacy

            source: pexels.com

            Pada tahun 2024, perkembangan AI semakin masif di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data Statista, diproyeksikan bahwa penetrasi penggunaan AI terus meningkat hingga mencapai 729,1 juta pengguna di seluruh dunia.

            Di Indonesia, adopsi AI juga cukup signifikan. Pada tahun 2023, tercatat sebanyak 1,4 miliar kunjungan ke situs AI dari pengguna di Indonesia, menjadikan Indonesia berada di urutan ketiga setelah AS dan India dalam hal pengaksesan AI.

            Dewasa ini semakin banyak informasi yang dibuat hanya mengandalkan kemampuan AI. Adapun sebagian artikel di berbagai website penyedia artikel yang meminta AI secara murni untuk menulis artikel.

            Tak jarang artikel-artikel tersebut tersematkan data dan informasi krusial yang membutuhkan penilaian benar atau salah. Data dan informasi yang dibuat oleh AI belum diketahui secara pasti kebenarannya.

            Sebagian orang mungkin akan langsung percaya dan mengonsumsi informasi tersebut mentah-mentah. Namun, pengecekan kembali data dan informasi sangat diperlukan untuk memastikan secara faktual.

            Kemampuan critical thinking sangat diperlukan pada era AI yang sedang secara masif berkembang. Critical thinking diperlukan untuk mengevaluasi informasi yang dibuat oleh AI. Apakah informasi yang dihasilkan menimbulkan bias, ambiguitas, atau tidak relevan terhadap suatu topik tertentu.

            Critical Thinking

            Dalam konteks AI, critical thinking yang dimaksud adalah kemampuan seseorang untuk menganalisis output AI. Jika output AI dirasa kurang relevan dan kurang akurat, maka kita menggunakan critical thinking untuk mencari data aktual.

            Sejatinya, AI tidak akan pernah bisa menggantikan manusia untuk menghasilkan informasi yang akurat dan sesuai fakta. Proses evaluasi menggunakan critical thinking menjadi fundamental karena banyak AI seperti Chat Gpt yang masih memberikan informasi yang salah.

            Dalam artikel yang dipublikasikan oleh Forbes, AI masih sangat rentan terhadap informasi yang tidak benar. Teknologi AI secara basic adalah mesin yang dilatih untuk menuruti perintah pengguna. AI hanya menjalankan perintah dari prompt yang dituliskan.

            AI akan melakukan record data untuk self learning dari penggunanya. Menurut Feyaza Khan dalam artikel tersebut, ia menyebutkan bahwa banyak sekali keterlibatan manusia secara langsung pada proses development AI.

            Proses development yang sangat krusial adalah bagaimana sebuah AI dapat menghasilkan informasi berkualitas tinggi dengan akurasi yang tinggi. Model AI yang baik sangat bergantung pada penggunaanya karena AI mempelajari pola penggunanya.

            Feyaza Khan juga menyampaikan bahwa bagi para pengguna AI terutama penulis dan editor harus sangat kritis terhadap output yang dihasilkan AI. Maka dari itu, kemampuan critical thinking para pengguna harus sangat berkualitas tinggi.

            Critical thinking bukan sekadar mengevaluasi hasil AI. Namun, juga mengeksplor potensi yang akhirnya membantu manusia pada proses problem solving. Dengan limitasi AI yang ada sekarang, kemampuan evaluasi informasi menjadi fundamental.

            3 Core dari Critical Thinking in AI era

            1. Contextual understanding

            Pemahaman secara detail dan mendalam mengenai konteks informasi yang dicari pada AI adalah hal yang krusial. AI memiliki limitasi terhadap hal mendetail terhadap konteks tertentu dan hanya menghasil informasi yang berputar pada jawaban sebelumnya.

            1. Creativity:

            Critical thinking memerlukan kreativitas untuk melihat sudut pandang lain yang tidak dihasilkan oleh AI. Terlebih, pemikiran out of the box dari pengguna sangat diperlukan agar output AI lebih luas.

            1. Adaptability

            Adaptasi terhadap strategi penalaran berdasarkan informasi dari AI sangat diperlukan. AI secara basic memiliki kemampuan adaptabilitas yang baik terhadap data baru maupun informasi baru yang diajarkan. Namun, AI tidak memiliki fleksibilitas serta adaptasi pemikiran serta pengolahan informasi seperti manusia.

            Definisi serta 3 aspek critical thinking yang telah dijelaskan di atas menjadi fundamental di era AI saat ini. Terdapat korelasi antara critical thinking dan AI, lebih tepatnya adalah AI literacy. AI literacy atau literasi secara umum adalah kemampuan penggunaan AI.

            AI Literacy

            Pada era AI saat ini memahami cara kerja AI bukan lagi sesuatu yang eksklusif, namun sudah menjadi kebutuhan. Pemahaman kemampuan AI dalam menyediakan informasi menjadi sangat krusial. Terlebih ketika kita mengkonsumsi informasi yang di-generate secara langsung menggunakan AI.

            AI literacy atau literasi AI sudah menjadi fundamental dalam memahami output informasi yang disediakan AI. Literasi AI berkorelasi dengan critical thinking pada sub sebelumnya.Korelasinya adalah literasi AI membutuhkan critical thinking untuk menilai informasi.

            Literasi AI membantu seseorang yang menggunakan AI menjadi lebih kritis dan memiliki asumsi dari sudut pandang yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh proses berpikir yang terjadi ketika seseorang mempertanyakan kebenaran informasi.

            Dampak dari literasi AI adalah pada proses pengambilan keputusan yang berbasis pada kebenaran informasi. Sebagai contoh, gue mencari informasi mengenai apakah benar jika kita terus belajar, maka neuron di otak kita akan terus menguat.

            Informasi yang disajikan AI mungkin belum tentu sepenuhnya benar karena AI hanya merekam dari berbagai sumber. Keperluan kita untuk mengevaluasi kembali adalah bentuk tanggung jawab etis secara tidak langsung.

            Jika kalian menggunakan AI untuk tujuan publikasi artikel maupun jurnal atau buku, maka kalian memiliki tanggung jawab etis yang harus dilakukan. AI adalah mesin, AI adalah robot, dan AI tidak memiliki sense untuk mengenali kebenaran informasi.

            Literasi AI juga menjadi pendorong bagi kehidupan sosial manusia untuk menavigasi penggunaan teknologi yang baik. Proses pengambilan keputusan yang melibatkan AI akan menjadi lebih etis. Begitupun proses pencarian informasi untuk pengambilan keputusan.

            End of Article

            Gue selaku penulis artikel ini masih belajar banyak hal terkait skill fundamental digital literacy dan critical thinking and AI literacy. Tidak dapat dipungkiri bahwa penulisan artikel yang kalian baca di-support menggunakan AI.

            Gue turut mencantumkan sumber referensi yang sebagian di-generate oleh AI dan sebagian murni hasil mesin pencari.

            Terimakasih buat kalian yang sudah membaca artikel ini sampai selesai.

            References

            Fundamental Skill Di Era AI Read More »

            Scroll to Top