Kopi merupakan salah satu komoditas terpenting di Indonesia, menempati peringkat ketiga setelah kelapa sawit dan karet. Menurut data dari databoks katadata, Indonesia berada di peringkat ketiga sebagai produsen kopi terbesar di dunia, setelah Brazil dan Vietnam, dengan volume produksi mencapai 11.85 juta kantong per 60 kg pada pertengahan tahun 2023.
Di Indonesia, beragam jenis kopi diproduksi, mulai dari kopi arabika dan robusta hingga kopi luwak yang dihasilkan melalui proses unik dari kotoran luwak. Beberapa jenis kopi Indonesia telah meraih ketenaran internasional, terutama di Eropa, berkat cita rasanya yang khas.
Menurut informasi dari indonesiabaik.id, beberapa jenis kopi yang dianggap sebagai yang terbaik dari Indonesia secara global antara lain kopi gayo, kintamani, luwak, jawa, sidikalang, dan toraja. Sebuah film yang terkenal, “Filosofi Kopi” karya Dewi Lestari, mengisahkan bagaimana kopi dengan biji terbaik memiliki kemampuan untuk menceritakan tentang kehidupan.
Film tersebut mengajarkan penontonnya untuk merenungkan tujuan, cita-cita, dan nilai-nilai kehidupan melalui pengalaman unik melalui secangkir kopi terbaik. Dalam artikel ini, gue akan menyampaikan pandangan gue tentang kopi, dengan fokus khusus pada Filosofi Kopi, melalui cerita singkat liburan bersama teman-teman gue.
Series Filosofi Kopi
Meskipun gue belum sempat nonton film Filosofi Kopi sampai sekarang, series Filosofi Kopi sudah tamat dengan total 10 episode. Series ini mengisahkan tentang dua sahabat, Ben dan Jody, yang ingin berkeliling Indonesia untuk menjual minuman kopi menggunakan combi.
Menurut pandangan gue, tujuan utama mereka selain menjual kopi adalah untuk memperkenalkan cita rasa kopi terbaik Indonesia. Sebagian besar masyarakat di Indonesia masih banyak yang belum benar-benar mengenal cita rasa kopi asli Indonesia.
Dalam episode awal series Filosofi Kopi, diceritakan bagaimana perjalanan mereka dimulai dengan combi yang beranggotakan lima orang. Mereka memulai perjalanan dengan tujuan pertama ke kota Bogor. Sayangnya, mereka tertangkap oleh aparat setempat karena belum memiliki izin untuk berjualan di area tersebut.
Perjalanan mereka terus berlanjut, hingga akhirnya mencapai Bali. Episode ini jadi favorit gue karena mencapai puncak keseruannya. Terdapat klip di mana seorang turis membeli kopi dari combi, yang menurut gue merupakan upaya bagus untuk memperkenalkan kopi asli Indonesia kepada para turis mancanegara.
Secara keseluruhan, gue suka banget sama series Filosofi Kopi dari episode satu hingga sepuluh. Meskipun banyak drama dan komedi dalam series ini, gue merasa series ini cocok ditonton bagi kalian yang ingin menambah semangat, kreativitas, menjaga persahabatan, hingga meraih cita-cita, semuanya ditemani secangkir kopi.
Perjalanan Gue Menuju Filosofi Kopi
Pada Kamis, 8 Februari 2024, gue dan teman-teman memutuskan untuk berlibur di Kota Pelajar, Yogyakarta. Gue dan keempat teman gue memilih untuk menginap di sebuah hotel yang berjarak 2 km dari Malioboro. Pemilihan hotel ini didasarkan pada alokasi budget yang kami miliki dan akses yang strategis untuk memenuhi kebutuhan kami.
Sekitar pukul 9.00 WIB, kami beranjak dari hotel untuk sarapan di Kedai Semesta Abadi, yang lokasinya tidak terlalu jauh dari tempat menginap kami. Kami menghabiskan waktu sekitar 1 jam untuk sarapan, yang diisi dengan obrolan ngalor-ngidul.
Setelah sarapan, perjalanan kami dilanjutkan menuju Filosofi Kopi Yogyakarta. Gue memutuskan untuk memesan hot long black coffee seharga Rp.26.000, belum termasuk pajak. Secangkir kopi hitam ini sangat pas untuk menemani pagi menjelang siang di Yogyakarta.
Ketika secangkir kopi hitam yang gue pesan tiba di meja depan gue, uap panas yang mengepul diiringi aroma kopi yang menenangkan menyambut kami. Cita rasa kopi yang pahit dengan sentuhan masam membuat gue lebih fokus dan tenang.
Dari sinilah, dimulai cerita Filosofi Kopi versi gue.
Esensi Secangkir Kopi
Menurut gue pribadi, kopi adalah minuman pahit yang efektif mengusir rasa kantuk berkat kandungan kafein di dalamnya. Bagi sebagian orang, kopi seolah menjadi minuman wajib untuk memulai hari.
Namun, pengalaman menikmati kopi akan menjadi berbeda ketika diminum sambil berbincang-bincang dengan individu lain. Meskipun sudah didiamkan selama 2 jam, secangkir kopi panas tetap hangat. Kopi bagi gue dan teman-teman bukan hanya sekadar minuman, tapi juga teman bercengkrama.
Kopi menjadi media yang memungkinkan kami bertukar cerita, pengalaman, dan segala topik perbincangan. Secangkir kopi menjadi saksi bahwa kami berlima adalah teman sejawat dengan latar belakang, minat, dan karakter yang berbeda-beda.
Meskipun kami berasal dari berbagai latar belakang, memiliki minat yang berbeda, dan karakter yang unik, ada satu hal yang menyatukan kami: tempat, fakultas, jurusan, dan kelas saat berkuliah.
Bagi kami, kopi menjadi penyatuan atas segala perbedaan. Termasuk selera humor kami. Kami belajar untuk saling bertoleransi, berkreasi, berkarya, bersemangat, dan berenergi untuk menghadapi berbagai aspek kehidupan.
Secangkir kopi bagi kami bukan hanya sebagai penawar rasa jenuh, penghibur di tengah keriuhan, tetapi juga guru ketika kami harus menyelesaikan tugas skripsi pada saat itu. Rasanya mungkin pahit, tapi manis gula muncul dari percakapan kami setiap harinya.
Kopi mengubah kata menjadi kita
“Eh, lo inget ga sih waktu mata kuliah A, kita semua tidur!”
“Hahaha iya juga ya. Udah 2 tahun itu kejadian.”
“Si A malah cabut ke kantin tuh pas mata kuliah dosen killer hahaha.”
Secangkir kopi enggak bisa dipungkiri lagi jadi media yang mengubah setiap kata menjadi kita. Kopi punya kemampuan memberdayakan memori dan emosi manusia, menciptakan momen dari rangkaian kata.
Gue pribadi selalu berharap setiap secangkir kopi yang gue minum bisa jadi momen bersama “kita” pada tegukan terakhir. Pergantian momen setiap detik hingga menit bukan cuma angin lalu yang permisi tanpa jejak. Terlebih, emosi yang tercipta dari banyaknya variabel selain waktu dan kata-kata.
Filosofi Kopi versi gue berbeda dengan apa yang kebanyakan orang pikirkan. Bagi gue, kopi adalah perekat, wadah bersyukur, medium berkreasi, guru kehidupan, dan bahkan pelukis momen lewat visual, audio, atau emosi dalam secangkir kopi.
Paragraf ini jadi bagian terakhir dari Filosofi Kopi versi gue. Enggak ada cerita yang menyentuh di artikel ini. Gue cuma menyampaikan pemikiran dan perasaan gue.
Gue udah kehabisan kata-kata untuk ditulis di artikel ini. Meskipun gitu, silakan lo buat Filosofi Kopi versi lo sendiri.
Terimakasih udah baca.
RELATED POSTS
View all