February 2024

Sisi Lain Gen-Z

Gen Z sering diidentifikasi sebagai generasi yang sangat mengikuti perkembangan zaman. Mereka cenderung responsif terhadap tren dan inovasi yang terjadi. Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa tidak semua Gen Z memiliki karakteristik yang sama. Generalisasi terhadap seluruh generasi mungkin tidak akurat tanpa mempertimbangkan klasifikasi lebih lanjut.

Gen Z dan Ekonomi

Satu klasifikasi yang umum digunakan adalah berdasarkan faktor ekonomi. Ada kelompok milenial yang dapat dikelompokkan dalam klasifikasi low-end, middle-end, dan high-end, masing-masing dengan karakteristik dan pengalaman yang berbeda.

Mereka dalam kelompok low-end mungkin memiliki keterbatasan ekonomi yang membuat mereka sulit mengikuti perkembangan zaman. Di sisi lain, kelompok middle-end dan high-end mungkin lebih mampu untuk mengikuti tren karena memiliki keleluasaan ekonomi.

Mengikuti perkembangan zaman dalam konteks ini seringkali berkaitan dengan daya beli untuk memenuhi gaya hidup tertentu. Adanya perbedaan dalam jumlah uang yang tersedia antara ketiga kelompok tersebut memainkan peran penting dalam kemampuan mereka untuk mengikuti tren.

Banyak Gen Z menghadapi tantangan seperti sulitnya mencari pekerjaan, berkuliah sambil bekerja, atau bahkan menjadi barista untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Mereka mungkin tidak sesuai dengan stereotip yang sering melekat pada generasi mereka.

cnbcindonesia.com

Opsi sewa atau kontrak rumah tidak selalu menguntungkan dalam jangka panjang. Sistem sewa dan kontrak cenderung lebih menguntungkan secara jangka pendek, namun uang yang dibayarkan tidak akan menghasilkan nilai yang dapat dimiliki secara permanen.

Contohnya, jika kita menyewa rumah seharga Rp. 5.000.000 per bulan, dibandingkan dengan mencicil rumah dengan nominal yang sama atau bahkan lebih besar, secara jangka panjang kita akan merasakan nilai yang lebih besar dengan mencicil. Sebab, melalui pembayaran cicilan, kita akan menjadi pemilik rumah tersebut pada akhirnya.

Gen Z dan kehidupan sosial

Terlepas dari semua itu, Gen Z menghadapi berbagai permasalahan sosial yang sering tidak terlihat. Banyak awak media yang membangun narasi bahwa Gen Z adalah generasi yang kaya, trendy, dan sejenisnya.

Namun, realitanya, itu hanyalah pandangan yang terbatas. Sebagian besar dari mereka adalah Gen Z yang berada dalam kelompok beruntung. Maaf untuk mengatakannya, tapi gue setuju dengan pernyataan bahwa mereka adalah kelompok yang beruntung dibandingkan dengan yang lain.

Media seringkali membentuk gambaran bahwa Gen Z adalah mereka yang selalu mengikuti tren, terus-terusan ngopi, mengalami masalah mental, terhubung erat dengan dunia teknologi, dan bahkan selalu bepergian.

Dengan framing tersebut, otak kita menjadi terprogram ketika mendengar kata Gen Z, tergambar seperti apa. Di satu sisi, ini menciptakan bias sosial dan ketidakpahaman terhadap kelompok lain.

Kenyataannya, Gen Z merasa tidak sehebat generasi sebelumnya. Mereka merasa tidak percaya diri untuk mencapai kesuksesan seperti generasi sebelumnya, bahkan ketakutan mereka mencakup ketidakpastian bertahan di dunia yang dianggap seperti surga dan neraka.

Tidak hanya itu, situasi ekonomi juga memberikan dampak pada kehidupan sosial mereka. Pendapatan mereka pada rentang usia 20-24 tahun sering kali hanya sekitar 2,5 juta rupiah. Beberapa di antara mereka merasa khawatir tentang bagaimana adik mereka akan makan di rumah, apakah mereka bisa makan esok hari, atau bahkan apakah mereka mampu untuk sekolah.

Mereka yang terdampak oleh situasi ini adalah mereka yang termasuk dalam kelompok low-end dan middle-end. Mereka memiliki daya beli yang lebih rendah, yang berdampak pada segala aspek kehidupan, termasuk kehidupan sosial mereka.

Media dewasa ini semakin gencar dalam menciptakan framing bahwa Gen Z adalah generasi yang beruntung dan lebih baik daripada generasi sebelumnya. Mereka fokus pada upaya mendapatkan perhatian dari publik berdasarkan interaksi dan traffic.

Pendapat Gue Pribadi

Di akhir artikel ini adalah pandangan pribadi gue, yang notabene adalah Gen Z juga. Gue setuju dengan representasi media untuk sebagian kelompok Gen Z, dan itu tercermin dalam pengalaman gue.

Namun, gue melihat secara nyata, ada mereka yang termasuk Gen Z namun tidak seberuntung gue. Mereka memutar otak agar mendapatkan mata uang rupiah sembari mengenyam pendidikan.

Gue berharap, kelompok yang tidak terlihat dapat turut terekspos sehingga publik menjadi lebih aware terhadap mereka. Mereka membutuhkan bantuan kita yang lebih beruntung. Mereka membutuhkan dukungan secara materi maupun non materi.

Terimakasih sudah membaca.

Referensi:

Sisi Lain Gen-Z Read More »

Kopi dan Gen Z

Pada era ini, Gen Z dianggap sebagai penguasa jejaring internet. Media sosial bukan hanya sebuah fitur, melainkan menjadi “makanan” utama dan seperti nadi kehidupan bagi mereka. Mereka mampu menemukan segala sesuatu yang diinginkan melalui internet.

Berbeda dengan generasi sebelumnya, yaitu millennial, Gen Z lebih mudah terpengaruh oleh tren yang berkembang di media sosial. Sebagai contoh, jenis konten media sosial, seperti format video potret singkat, menjadi favorit di kalangan mereka karena ketertarikan mereka pada presentasi visual dan audio yang cepat.

Mereka melihat tren ini sebagai bagian dari gaya hidup modern, sebagai sesuatu yang mengikuti perkembangan zaman, dan dianggap sebagai kekinian yang perlu diikuti. Terlebih lagi, jika mereka menemukan kafe dengan desain yang instagramable, maka tempat tersebut cenderung menjadi lebih populer di kalangan mereka..

Dari observasi dan pembahasan dengan AI, terdapat beberapa poin fokus yang menjadi perhatian Gen Z terhadap kopi.

Estetika lokasi

Lokasi: Filosofi Kopi Yogyakarta

Penting bagi mereka bahwa lokasi tempat mereka menikmati kopi mampu memberikan lebih dari sekadar minuman. Mereka mencari pengalaman sosial yang hangat dan mengundang, tempat yang tidak hanya memfasilitasi konsumsi kopi, tetapi juga memungkinkan interaksi sosial yang positif di antara mereka dan teman-temannya.

Mereka membutuhkan ruang yang cocok untuk berinteraksi, nongkrong, dan menikmati kopi sesuai dengan preferensi mereka. Oleh karena itu, kriteria desain interior dan atmosfer lokasi menjadi faktor penting dalam menarik perhatian dan memuaskan generasi ini.

Tidak semua Gen Z hanya fokus pada estetika lokasi. Beberapa dari mereka juga menitikberatkan pada cita rasa kopi yang mereka pesan. Mereka lebih cenderung menikmati variasi kopi seperti iced coffee, manual brew, atau jenis lainnya seperti long black.

Generasi ini memiliki selera yang bervariasi, dan mereka menikmati kopi dari jenis arabika dan robusta. Kedua jenis kopi ini memberikan pengalaman rasa yang berbeda tergantung pada metode penyeduhan kopi yang digunakan. Mereka juga tertarik pada variasi menu yang menggabungkan kopi dengan bahan minuman lainnya, seperti latte, matcha, dan sebagainya.

Tren media sosial

Gen Z sangat dipengaruhi oleh tren media sosial, dan mereka lebih cenderung membeli produk kopi yang populer di platform media sosial. Mereka juga lebih cenderung berbagi pengalaman minum kopi mereka di media sosial, yang dapat membantu mendorong tren dan mempengaruhi orang lain.

Teman kreativitas

Gen Z dikenal karena kreativitas dan inovasinya, dan mereka mencari pengalaman minum kopi yang memungkinkan mereka mengekspresikan diri. 

Mereka lebih cenderung mengunjungi kedai kopi yang menawarkan minuman yang dapat disesuaikan dan rasa yang unik, serta tempat yang menyediakan ruang bagi mereka untuk mengerjakan proyek kreatif mereka.

Media berekspresi

cast: Syafiq and Arjun
Lokasi: Filosofi Kopi Yogyakarta

Gen Z memanfaatkan kopi sebagai medium untuk mengekspresikan diri. Mereka cenderung aktif berbagi pengalaman minum kopi di media sosial, yang dapat memacu tren dan memberikan pengaruh kepada orang lain. Lebih dari itu, mereka memiliki kecenderungan untuk membuat konten yang terkait dengan kopi, seperti fotografi, video, dan postingan blog.

Jadi itulah tentang Kopi dan Gen Z yang kian menarik untuk dibahas. Banyak dari Gen Z, termasuk gue yang mengandalkan kopi untuk melakukan berbagai aktivitas termasuk belajar.

Terimakasih sudah membaca.

Kopi dan Gen Z Read More »

Filosofi Kopi: Secangkir Kopi Versi Gue

Film tersebut mengajarkan penontonnya untuk merenungkan tujuan, cita-cita, dan nilai-nilai kehidupan melalui pengalaman unik melalui secangkir kopi terbaik. Dalam artikel ini, gue akan menyampaikan pandangan gue tentang kopi, dengan fokus khusus pada Filosofi Kopi, melalui cerita singkat liburan bersama teman-teman gue.

Series Filosofi Kopi

source: IMDb

Meskipun gue belum sempat nonton film Filosofi Kopi sampai sekarang, series Filosofi Kopi sudah tamat dengan total 10 episode. Series ini mengisahkan tentang dua sahabat, Ben dan Jody, yang ingin berkeliling Indonesia untuk menjual minuman kopi menggunakan combi.

Menurut pandangan gue, tujuan utama mereka selain menjual kopi adalah untuk memperkenalkan cita rasa kopi terbaik Indonesia. Sebagian besar masyarakat di Indonesia masih banyak yang belum benar-benar mengenal cita rasa kopi asli Indonesia.

Dalam episode awal series Filosofi Kopi, diceritakan bagaimana perjalanan mereka dimulai dengan combi yang beranggotakan lima orang. Mereka memulai perjalanan dengan tujuan pertama ke kota Bogor. Sayangnya, mereka tertangkap oleh aparat setempat karena belum memiliki izin untuk berjualan di area tersebut.

Perjalanan mereka terus berlanjut, hingga akhirnya mencapai Bali. Episode ini jadi favorit gue karena mencapai puncak keseruannya. Terdapat klip di mana seorang turis membeli kopi dari combi, yang menurut gue merupakan upaya bagus untuk memperkenalkan kopi asli Indonesia kepada para turis mancanegara.

Secara keseluruhan, gue suka banget sama series Filosofi Kopi dari episode satu hingga sepuluh. Meskipun banyak drama dan komedi dalam series ini, gue merasa series ini cocok ditonton bagi kalian yang ingin menambah semangat, kreativitas, menjaga persahabatan, hingga meraih cita-cita, semuanya ditemani secangkir kopi.

Perjalanan Gue Menuju Filosofi Kopi

Barista Filosofi Kopi Yogyakarta

Pada Kamis, 8 Februari 2024, gue dan teman-teman memutuskan untuk berlibur di Kota Pelajar, Yogyakarta. Gue dan keempat teman gue memilih untuk menginap di sebuah hotel yang berjarak 2 km dari Malioboro. Pemilihan hotel ini didasarkan pada alokasi budget yang kami miliki dan akses yang strategis untuk memenuhi kebutuhan kami.

Sekitar pukul 9.00 WIB, kami beranjak dari hotel untuk sarapan di Kedai Semesta Abadi, yang lokasinya tidak terlalu jauh dari tempat menginap kami. Kami menghabiskan waktu sekitar 1 jam untuk sarapan, yang diisi dengan obrolan ngalor-ngidul.

Setelah sarapan, perjalanan kami dilanjutkan menuju Filosofi Kopi Yogyakarta. Gue memutuskan untuk memesan hot long black coffee seharga Rp.26.000, belum termasuk pajak. Secangkir kopi hitam ini sangat pas untuk menemani pagi menjelang siang di Yogyakarta.

Ketika secangkir kopi hitam yang gue pesan tiba di meja depan gue, uap panas yang mengepul diiringi aroma kopi yang menenangkan menyambut kami. Cita rasa kopi yang pahit dengan sentuhan masam membuat gue lebih fokus dan tenang.

Dari sinilah, dimulai cerita Filosofi Kopi versi gue.

Esensi Secangkir Kopi

cast: Syafiq

Menurut gue pribadi, kopi adalah minuman pahit yang efektif mengusir rasa kantuk berkat kandungan kafein di dalamnya. Bagi sebagian orang, kopi seolah menjadi minuman wajib untuk memulai hari.

Namun, pengalaman menikmati kopi akan menjadi berbeda ketika diminum sambil berbincang-bincang dengan individu lain. Meskipun sudah didiamkan selama 2 jam, secangkir kopi panas tetap hangat. Kopi bagi gue dan teman-teman bukan hanya sekadar minuman, tapi juga teman bercengkrama.

Kopi menjadi media yang memungkinkan kami bertukar cerita, pengalaman, dan segala topik perbincangan. Secangkir kopi menjadi saksi bahwa kami berlima adalah teman sejawat dengan latar belakang, minat, dan karakter yang berbeda-beda.

Meskipun kami berasal dari berbagai latar belakang, memiliki minat yang berbeda, dan karakter yang unik, ada satu hal yang menyatukan kami: tempat, fakultas, jurusan, dan kelas saat berkuliah.

Bagi kami, kopi menjadi penyatuan atas segala perbedaan. Termasuk selera humor kami. Kami belajar untuk saling bertoleransi, berkreasi, berkarya, bersemangat, dan berenergi untuk menghadapi berbagai aspek kehidupan.

Secangkir kopi bagi kami bukan hanya sebagai penawar rasa jenuh, penghibur di tengah keriuhan, tetapi juga guru ketika kami harus menyelesaikan tugas skripsi pada saat itu. Rasanya mungkin pahit, tapi manis gula muncul dari percakapan kami setiap harinya.

Kopi mengubah kata menjadi kita

cast: Syafiq and Rafat

“Eh, lo inget ga sih waktu mata kuliah A, kita semua tidur!”

“Hahaha iya juga ya. Udah 2 tahun itu kejadian.”

“Si A malah cabut ke kantin tuh pas mata kuliah dosen killer hahaha.”

Secangkir kopi enggak bisa dipungkiri lagi jadi media yang mengubah setiap kata menjadi kita. Kopi punya kemampuan memberdayakan memori dan emosi manusia, menciptakan momen dari rangkaian kata.

Gue pribadi selalu berharap setiap secangkir kopi yang gue minum bisa jadi momen bersama “kita” pada tegukan terakhir. Pergantian momen setiap detik hingga menit bukan cuma angin lalu yang permisi tanpa jejak. Terlebih, emosi yang tercipta dari banyaknya variabel selain waktu dan kata-kata.

Filosofi Kopi versi gue berbeda dengan apa yang kebanyakan orang pikirkan. Bagi gue, kopi adalah perekat, wadah bersyukur, medium berkreasi, guru kehidupan, dan bahkan pelukis momen lewat visual, audio, atau emosi dalam secangkir kopi.

Paragraf ini jadi bagian terakhir dari Filosofi Kopi versi gue. Enggak ada cerita yang menyentuh di artikel ini. Gue cuma menyampaikan pemikiran dan perasaan gue.

Gue udah kehabisan kata-kata untuk ditulis di artikel ini. Meskipun gitu, silakan lo buat Filosofi Kopi versi lo sendiri.

Terimakasih udah baca.

Filosofi Kopi: Secangkir Kopi Versi Gue Read More »

Scroll to Top