Gen Z sering diidentifikasi sebagai generasi yang sangat mengikuti perkembangan zaman. Mereka cenderung responsif terhadap tren dan inovasi yang terjadi. Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa tidak semua Gen Z memiliki karakteristik yang sama. Generalisasi terhadap seluruh generasi mungkin tidak akurat tanpa mempertimbangkan klasifikasi lebih lanjut.
Gen Z dan Ekonomi
Satu klasifikasi yang umum digunakan adalah berdasarkan faktor ekonomi. Ada kelompok milenial yang dapat dikelompokkan dalam klasifikasi low-end, middle-end, dan high-end, masing-masing dengan karakteristik dan pengalaman yang berbeda.
Mereka dalam kelompok low-end mungkin memiliki keterbatasan ekonomi yang membuat mereka sulit mengikuti perkembangan zaman. Di sisi lain, kelompok middle-end dan high-end mungkin lebih mampu untuk mengikuti tren karena memiliki keleluasaan ekonomi.
Mengikuti perkembangan zaman dalam konteks ini seringkali berkaitan dengan daya beli untuk memenuhi gaya hidup tertentu. Adanya perbedaan dalam jumlah uang yang tersedia antara ketiga kelompok tersebut memainkan peran penting dalam kemampuan mereka untuk mengikuti tren.
Adapun pandangan bahwa Gen Z selalu mengikuti tren mungkin terlalu sempit dan tidak mencakup keberagaman mereka. Sebagian besar mungkin terlihat sering nongkrong di kafe atau mall, tetapi penting untuk menyadari bahwa ini hanya merepresentasikan sebagian kecil dari generasi tersebut.
Banyak Gen Z menghadapi tantangan seperti sulitnya mencari pekerjaan, berkuliah sambil bekerja, atau bahkan menjadi barista untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Mereka mungkin tidak sesuai dengan stereotip yang sering melekat pada generasi mereka.
Selain itu, seperti yang dikutip dari cnbcindonesia.com, banyak milenial dan Gen Z diprediksi mengalami kesulitan dalam membeli rumah akibat kondisi ekonomi yang sangat fluktuatif. Kesenjangan antara penghasilan dan besarnya biaya cicilan semakin menekan mereka.
Opsi sewa atau kontrak rumah tidak selalu menguntungkan dalam jangka panjang. Sistem sewa dan kontrak cenderung lebih menguntungkan secara jangka pendek, namun uang yang dibayarkan tidak akan menghasilkan nilai yang dapat dimiliki secara permanen.
Contohnya, jika kita menyewa rumah seharga Rp. 5.000.000 per bulan, dibandingkan dengan mencicil rumah dengan nominal yang sama atau bahkan lebih besar, secara jangka panjang kita akan merasakan nilai yang lebih besar dengan mencicil. Sebab, melalui pembayaran cicilan, kita akan menjadi pemilik rumah tersebut pada akhirnya.
Gen Z dan kehidupan sosial
Terlepas dari semua itu, Gen Z menghadapi berbagai permasalahan sosial yang sering tidak terlihat. Banyak awak media yang membangun narasi bahwa Gen Z adalah generasi yang kaya, trendy, dan sejenisnya.
Namun, realitanya, itu hanyalah pandangan yang terbatas. Sebagian besar dari mereka adalah Gen Z yang berada dalam kelompok beruntung. Maaf untuk mengatakannya, tapi gue setuju dengan pernyataan bahwa mereka adalah kelompok yang beruntung dibandingkan dengan yang lain.
Media seringkali membentuk gambaran bahwa Gen Z adalah mereka yang selalu mengikuti tren, terus-terusan ngopi, mengalami masalah mental, terhubung erat dengan dunia teknologi, dan bahkan selalu bepergian.
Dengan framing tersebut, otak kita menjadi terprogram ketika mendengar kata Gen Z, tergambar seperti apa. Di satu sisi, ini menciptakan bias sosial dan ketidakpahaman terhadap kelompok lain.
Kenyataannya, Gen Z merasa tidak sehebat generasi sebelumnya. Mereka merasa tidak percaya diri untuk mencapai kesuksesan seperti generasi sebelumnya, bahkan ketakutan mereka mencakup ketidakpastian bertahan di dunia yang dianggap seperti surga dan neraka.
Tidak hanya itu, situasi ekonomi juga memberikan dampak pada kehidupan sosial mereka. Pendapatan mereka pada rentang usia 20-24 tahun sering kali hanya sekitar 2,5 juta rupiah. Beberapa di antara mereka merasa khawatir tentang bagaimana adik mereka akan makan di rumah, apakah mereka bisa makan esok hari, atau bahkan apakah mereka mampu untuk sekolah.
Mereka yang terdampak oleh situasi ini adalah mereka yang termasuk dalam kelompok low-end dan middle-end. Mereka memiliki daya beli yang lebih rendah, yang berdampak pada segala aspek kehidupan, termasuk kehidupan sosial mereka.
Media dewasa ini semakin gencar dalam menciptakan framing bahwa Gen Z adalah generasi yang beruntung dan lebih baik daripada generasi sebelumnya. Mereka fokus pada upaya mendapatkan perhatian dari publik berdasarkan interaksi dan traffic.
Pendapat Gue Pribadi
Di akhir artikel ini adalah pandangan pribadi gue, yang notabene adalah Gen Z juga. Gue setuju dengan representasi media untuk sebagian kelompok Gen Z, dan itu tercermin dalam pengalaman gue.
Namun, gue melihat secara nyata, ada mereka yang termasuk Gen Z namun tidak seberuntung gue. Mereka memutar otak agar mendapatkan mata uang rupiah sembari mengenyam pendidikan.
Gue berharap, kelompok yang tidak terlihat dapat turut terekspos sehingga publik menjadi lebih aware terhadap mereka. Mereka membutuhkan bantuan kita yang lebih beruntung. Mereka membutuhkan dukungan secara materi maupun non materi.
Terimakasih sudah membaca.
Referensi:
Angellie Nabilla: Benarkah Kita Sudah Mengenal Gen Z?
Gen Z: Boro-Boro Masa Depan, Sekarang Aja Suram | Dea Anugrah
RELATED POSTS
View all